Pembacokan Pelajar SMA di Bogor Hanya karena Masalah Sepele
Editor
Nur Haryanto
Selasa, 7 April 2015 11:07 WIB
TEMPO.CO, Bogor - Pengeroyokan dan pembacokan yang menyebabkan tewasnya David Herdiansyah, 17 tahun, siswa kelas XI sekolah menengah atas di Kabupaten Bogor, pada Minggu dinihari, 5 April 2015, dengan tersangka utama FT, 15 tahun, siswa kelas IX sekolah menengah pertama di Kota Bogor, didasari dendam.
"Korban (David) dan tersangka (FT) diketahui merupakan ketua atau pimpinan dari masing-masing kelompok tongkrongan di sekitar Stasiun Cilebut," kata Kepala Kepolisian Sektor Sukaraja Komisaris Hida Tjahjono kepada Tempo saat ditemui di kantornya, Senin, 6 Apil 2015.
Kepada polisi, FT mengaku pembacokan tersebut dilakukannya karena sakit hati dan dendam. Sebab, empat hari sebelum kejadian, FT dan kelompoknya diusir korban ketika sedang nongkrong.
"Saat itu persisnya hari Rabu, korban sempat mendatangi FT yang sedang berkumpul bersama teman-temannya, bahkan korban juga membubarkan paksa dan mengusir kelompok pelaku yang sedang nongkrong," kata Hida.
Menurut pengakuan FT, korban yang merupakan ketua suatu kelompok itu kerap mengejek pelaku. Karena itu, sasaran utama pembacokan yang dilakukan pelaku itu adalah korban.
"Pelaku diduga merasa diintimidasi dan dikecilkan. Padahal meski pelaku masih duduk di bangku kelas tiga SMP, dia menjadi pemimpin atau ketua kelompok yang beranggotakan pelajar sejumlah SMA di Kota dan Kabupaten Bogor," katanya.
Hida mengatakan, dalam pemeriksaan yang dilakukan polisi, dua dari enam tersangka yang dicokok merupakan pelaku utama aksi tersebut. Selain FT, siswa kelas XI sekolah menengah kejuruan berusia 17 tahun berinisial IK diduga polisi menjadi tersangka utama.
"Sedangkan pelaku lain, yakni MI, 17 tahun, FR (16), RZ (18), merupakan siswa SMA di Kota dan Kabupaten Bogor, tapi AR (20) diketahui merupakan lulusan SMA," kata Hida.
Hida mengatakan keenam tersangka itu ditangkap di rumah masing-masing. Dalam penangkapan, polisi menyita barang bukti berupa dua celurit dan dua sepada motor yang digunakan kelompok tersebut untuk menyerang korban. "Tersangka sempat membuang celurit yang digunakan untuk menusuk korban ke kebun, tapi sudah ditemukan," katanya.
AR dan RZ bisa dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman maksimal penjara seumur hidup. "Bagi tersangka yang masih di bawah umur, berdasarkan ketentuan hukum, kami menggunakan UU RI Nomor 23 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun," katanya.
Sementara itu, Amih, 42 tahun, tante FT, mengatakan keponakannya itu tinggal bersamanya sejak sekolah dasar. Kedua orang tua FT saat ini menetap di Manado. "Keponakan saya kalau di rumah pendiam, bahkan kalau saya tanya dan ajak komunikasi pun tidak pernah menjawab," katanya.
Amih mengklaim pernah membaca pesan pendek di telepon seluler FT yang berisi intimidasi dari nomor tak dikenal. "Bahkan beberapa kali ada orang menggunakan sepeda motor saat melintasi rumah memanggil-manggil nama keponakan saya dengan nada olok-olok serta sempat melempar kerikil ke rumah saat dia ada di rumah," katanya.
M. SIDIK PERMANA