Kebakaran Tambora, Korban Kesulitan Urus Dokumen Berharga
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Selasa, 29 September 2015 12:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Para korban kebakaran di RW 04 Jembatan Besi, Tambora, mulai mengurus dokumen-dokumen mereka yang hangus terbakar. Mereka mengalami kendala saat mengurus dokumen soal identitas sejak kebakaran yang terjadi pada Sabtu pekan lalu itu.
"Saya melapor ke polsek tapi enggak bisa. Padahal penting buat keterangan kalau nyari kontrakan baru," kata Enny Kusrini, 54 tahun, warga RT 04 RW 04, Jembatan Besi, Tambora, Jakarta Barat, di posko pengungsian Puskesmas Jembatan Besi, Senin, 28 September 2015.
Enny mengatakan tak satu pun dokumen penting dapat diselamatkan. Adapun dokumen yang dimaksud Enny adalah surat nikah, kartu keluarga, ijazah, dan KTP. "Sehari setelah kebakaran, saya langsung lapor ke polsek minta dibuatkan surat keterangan. Surat itu berguna buat nyari kontrakan nanti karena saya, kan, sudah berkeluarga," ujarnya.
Baca juga:
Lawan Ahok Pilkada 2017, Adhyaksa Dault Tunggu Elektabilitas
Kenapa DPRD Minta Gaji Ahok Naik: Supaya Gaji Dewan Naik
Enny mengatakan, di polsek, dia tidak mendapatkan penjelasan yang cukup baik soal prosedur membuat surat keterangan. "Kalau mau surat nikah saya diminta ke KUA dulu, sampai sana sama saja, harus ada surat pengantar dulu," tuturnya. Enny berharap ada kepastian ihwal mekanisme mendapatkan surat keterangan bahwa dokumen kependudukan miliknya memang ludes terbakar.
Lurah Jembatan Besi, Makmun, menjelaskan akan ada “pemutihan istimewa” untuk korban kebakaran. Program ini, kata dia, akan dimulai pada 3 Oktober 2015. Adapun dokumen yang masuk kategori pemutihan adalah dokumen seperti KTP dan KK.
Makmun menjelaskan, untuk surat nikah dan ijazah, ia hanya memberikan surat keterangan atau surat rekomendasi. "Soalnya, bukan kami yang mengeluarkan. Tapi, mudah-mudahan, dengan berbekal surat keterangan dari kami, warga tak dipersulit untuk mengurus surat nikah dan ijazah," tuturnya. Menurut dia, yang mendapatkan pemutihan istimewa hanya warga asli, bukan pendatang. "Makanya nanti yang mendata RT dan RW, jadi bukan warga yang meminta."
DINI PRAMITA