Ahmad Dhani dan aktivis Ratna Sarumpaet menjawab pertanyaan wartawan saat mendatangi gedung KPK, Jakarta, 2 Juni 2016. Aksi panggung tersebut merupakan bentuk protes kepada KPK untuk segera memeriksa Ahok terkait beberapa kasus salah satunya perijinan reklamasi teluk Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Istana Kepresidenan dan Kepolisian Daerah Metro Jaya membantah ada instruksi melarang aksi unjuk rasa di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Tuduhan larangan muncul dari musikus Ahmad Dhani, yang hari ini direncanakan menggelar aksi di sana.
"Jelas, saya bantah, tidak benar. Kedua, Presiden konsen terhadap hak publik dalam menyampaikan pendapat," kata juru bicara Presiden Joko Widodo, Johan Budi, saat dihubungi, Kamis, 2 Juni 2016. "Karena itu kan dilindungi undang-undang. Presiden menghormati itu."
Dhani mengaku mendapatkan telepon dari Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti yang mengatakan ada larangan aksi unjuk rasa di depan gedung KPK lama di Jalan H.R. Rasuna Said. Larangan itu, ucap Dhani, berupa instruksi Presiden Jokowi langsung.
Alhasil, pada dinihari tadi sebelum aksi dimulai, empat mobil pendukung aksi milik Dhani disita dan delapan krunya diperiksa di Direktorat Intelijen dan Keamanan Polda Metro Jaya. (Baca: Ahmad Dhani Dilarang Konser di Depan KPK: Takut, Bro)
Johan, yang merupakan mantan juru bicara KPK, menuturkan tidak mungkin Presiden Jokowi menelpon Krishna Murti dan memerintahkan hal itu. "Karena soal unjuk rasa itu kan kewenangan kepolisian," ucap Johan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono menyangkal adanya larangan tersebut. Ia menyatakan telah berkoordinasi dengan Direktur Intelijen dan Keamanan Polda Metro Jaya dan memastikan instruksi tersebut tidak ada.
"Tindakan penyitaan yang dilakukan merupakan langkah preventif. Kami sudah melarang adanya demo di depan gedung KPK lama karena akan mengganggu ketertiban umum," kata Awi. Ia pun menuturkan peraturan lokasi unjuk rasa telah ditentukan sebelumnya oleh Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 228 Tahun 2015 di tiga lokasi saja di Jakarta, dan KPK bukan salah satunya.