Di Jakarta, Penderita Gangguan Jiwa Meningkat Pesat

Senin, 2 Januari 2017 15:28 WIB

Banjir masih menggenangi sebagian kawasan Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta (20/1). Banjir mengakibatkan aktivitas di rumah sakit terganggu. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta -Jumlah penderita gangguan jiwa di Ibu Kota semakin banyak. Jumlahnya yang terjaring oleh Dinas Sosial DKI Jakarta sepanjang tahun lalu menempati peringkat kedua di antara para penyandang masalah kesejahteraan sosial. Yang pertama adalah tunawisma.

Pada 2016, jumlah penyandang gangguan jiwa mencapai 2.283 orang, meningkat dibanding 2015, berjumlah 1.515 orang. Mereka membuat panti-panti yang ada, seperti di Panti Bina Laras Harapan Sentosa II, Cipayung, Jakarta Timur, yang khusus merawat penderita gangguan jiwa tingkat sedang, penuh sesak.

Di panti itu, Tempo di antaranya bertemu dengan Sarah, bukan nama sebenarnya, pada Kamis lalu. Senyumnya sempat tersungging ketika bersalaman sebelum wajahnya berubah sendu. Dia bercerita memiliki anak perempuan dan ingin kembali ke rumah. "I want to go home," kata Sarah.

Dia memendam kerinduan yang sangat dalam karena sudah 10 tahun tinggal di Panti Laras II. Bekas mahasiswi di sebuah akademi bahasa asing ini rupanya belum bisa diterima oleh keluarganya. "Kami sudah survei ke rumahnya. Tapi anaknya tidak mau bertemu karena masih trauma pernah diperlakukan kasar," ujar Kepala Bina Laras II Tuti Sulistyaningsih.

Kondisi kejiwaan Sarah, kata Tuti, sebetulnya sudah membaik meski obat tak pernah putus diminumnya. Buktinya, Sarah sudah bisa berkomunikasi dengan baik dan sudah dipercaya pengurus panti untuk membantu mengatur barisan saat waktu makan. "Dia sudah kooperatif," ujar Tuti.

Sama halnya dengan Polien, yang kejiwaannya dinilai sudah hampir stabil. Sayangnya, Polien, yang sudah berada sekitar tiga tahun di panti, belum dapat mengingat di mana keluarganya.

Walhasil, baik Sarah maupun Polien mesti mendekam lebih lama di panti. Padahal kapasitas panti sudah tak memadai karena jumlah mereka yang datang terus bertambah. Keduanya menjadi bagian dari 1.300 penghuni Panti Laras II, sedangkan kapasitas idealnya hanya 650 orang. "Apa boleh buat, daripada mereka telantar di jalan dan malah mengganggu. Mereka juga dilindungi undang-undang," kata Tuti.

Jumlah yang melebihi kapasitas seharusnya tersebut juga terjadi di Bina Laras Harapan Sentosa I, Cengkareng, Jakarta Barat, yang menampung penderita gangguan jiwa akut. Kepala panti, Sarima Inong, mengatakan saat ini membina 865 orang, padahal daya tampungnya hanya 750 orang.

Akibatnya berdampak ke jatah makanan. Tuti mengatakan, pada 2016, kebutuhan makanan per hari sebesar Rp 25 ribu per orang dianggarkan hanya untuk 1.200 orang. Selain itu, kapasitas berlebih merembet ke petugas pendamping warga binaan. Dari idealnya mendampingi 10 orang, petugas Pelayanan Sosial Panti Laras II, Fahtoni, mengatakan satu orang petugas kini harus bisa mendampingi 15 hingga 20 orang. Itu sebabnya Sarah kemudian diberdayakan. "Bukan berarti memperbudak, tapi kami bekerja sama, misalnya untuk ngepel bersih-bersih," kata dia.

Begitu pula dengan panti yang dikelola Sarima. Jumlah petugas harian lepas minim hanya 43 orang. Sedangkan warga binaannya mencapai 865 orang.

Membeludaknya jumlah penghuni panti juga membuat ruangan untuk tidur lebih padat. Menurut Tuti, satu ruangan idealnya dihuni 10 orang. Tapi kini satu ruangan bisa mencapai sekitar 30-40 orang. "Ya masih badan ketemu badanlah, enggak sampai tumpuk-tumpukan badan," kata dia. Sama halnya dengan Panti Sarima. "Memang begitu kondisinya," kata Sarima.

Untuk menyelesaikan persoalan itu, Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Masrokhan mengatakan sedang menyiapkan silabus yang disusun oleh beberapa ahli untuk mempercepat kestabilan psikotik, sehingga diharapkan warga binaan bisa mengingat dan kembali ke keluarganya masing-masing. "Silabus itu diharapkan selesai pada Maret mendatang."

Dinas Sosial juga menyebar informasi lewat media sosial supaya setiap penghuni dapat dikenali keluarga.

Pendekatan kepada keluarga pun dilakukan. Masrokhan mengatakan penderita gangguan jiwa kerap mendapatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat. "Itu yang harus diubah karena dukungan keluarga dan lingkungan sekitar jadi faktor penyembuhan," kata dia.

DEVY ERNIS

Berita terkait

Cara Membantu Penderita Hoarding Disorder, Gangguan Mental Suka Menimbun Barang

3 hari lalu

Cara Membantu Penderita Hoarding Disorder, Gangguan Mental Suka Menimbun Barang

Hoarding disorder adalah gangguan kesehatan mental yang membuat orang ingin terus mengumpulkan barang hingga menumpuk.

Baca Selengkapnya

Gejala Awal Orang dengan Gangguan Jiwa yang Perlu Diperhatikan

18 Februari 2024

Gejala Awal Orang dengan Gangguan Jiwa yang Perlu Diperhatikan

Psikolog mengatakan umumnya gejala awal orang dengan gangguan jiwa ialah perubahan emosi maupun perilaku yang mendadak dan cenderung ekstrem.

Baca Selengkapnya

Psikolog Ungkap 3 Penyebab Orang Alami Gangguan Jiwa

17 Februari 2024

Psikolog Ungkap 3 Penyebab Orang Alami Gangguan Jiwa

Psikolog menjelaskan ada tiga faktor penyebab gangguan jiwa, mulai dari keturunan hingga paparan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Jangan Minta ODGJ yang Baru Pulih Hidup seperti Dulu atau Kondisinya akan Memburuk Lagi

16 Februari 2024

Jangan Minta ODGJ yang Baru Pulih Hidup seperti Dulu atau Kondisinya akan Memburuk Lagi

Jangan menuntut ODGJ yang sudah dinyatakan pulih dengan obat untuk kembali hidup sempurna. Ini yang perlu dipahami keluarga pasien.

Baca Selengkapnya

Caleg Stres dan Depresi karena Gagal di Pileg 2024, Begini Penanganannya

14 Februari 2024

Caleg Stres dan Depresi karena Gagal di Pileg 2024, Begini Penanganannya

Apa saja layanan psikologis yang disediakan sejumlah rumah sakit melayani para caleg stres dan depresi akibat gagal dalam Pileg 2024?

Baca Selengkapnya

Psikiater Ingatkan Hasil Pemilu 2024 Bisa Picu Gangguan Mental pada Pemilik Komorbid

13 Februari 2024

Psikiater Ingatkan Hasil Pemilu 2024 Bisa Picu Gangguan Mental pada Pemilik Komorbid

Psikiater menuturkan gangguan mental setelah Pemilu 2024 dapat memperparah kondisi pemilik komorbid. Ini yang perlu dilakukan.

Baca Selengkapnya

Risiko Caleg Stres dan Alami Gangguan Jiwa Setelah Gagal Terpilih di Pemilu 2024

8 Februari 2024

Risiko Caleg Stres dan Alami Gangguan Jiwa Setelah Gagal Terpilih di Pemilu 2024

Menjelang Pemilu 2024, beberapa kota termasuk DKI Jakarta dan Cianjur sediakan layanan kesehatan jiwa bagi caleg stres karena gagal terpilih.

Baca Selengkapnya

RSKD Duren Sawit Jadi Rujukan untuk Caleg Alami Stres dan Gangguan Jiwa di Pemilu 2024, Ini Profilnya

8 Februari 2024

RSKD Duren Sawit Jadi Rujukan untuk Caleg Alami Stres dan Gangguan Jiwa di Pemilu 2024, Ini Profilnya

Dinkes DKI Jakarta mengantisipasi penanganan caleg alami gangguan jiwa pasca Pemilu 2024, rujukan di RSKD Duren Sawit.

Baca Selengkapnya

Kasus Mayat Dalam Kontainer di Tanjung Priok, Korban Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa

6 Februari 2024

Kasus Mayat Dalam Kontainer di Tanjung Priok, Korban Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa

Polres Pelabuhan Tanjung Priok dan Polres Fakfak masih menyelidiki kasus mayat dalam kontainer ini soal bagaimana korban masuk ke peti kemas.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU: Orang dengan Gangguan Jiwa Dapat Hak Pilih

21 Desember 2023

Ketua KPU: Orang dengan Gangguan Jiwa Dapat Hak Pilih

Ketua KPU Hasyim Asy'ari menjelaskan teknis keterlibatan masyarakat dalam Pemilu 2024, khususnya pemilih yang ODGJ.

Baca Selengkapnya