Sejumlah pengungsi etnis Rohingnya yang berasal dari Myanmar dan Bangladesh menempati Hotel Beraspagi Medan, Sumatera Utara, 8 Juni 2015. Terdapat 96 pengungsi yang menetap selama tiga minggu di tempat itu. TEMPO/Aris Andrianto
TEMPO.CO, Jakarta - Peserta unjuk rasa simpati untuk Rohingya di depan Kantor Kedutaan Myanmar didominasi wanita. Bahkan sebagian dari mereka membawa anak-anak dalam demonstrasi tersebut.
"Mereka ibu yang fisioner. Mereka sudah mempertimbangkan dengan matang (membawa anak)," kata Firda, salah satu orator Sahabat Muslim Rohingya di lokasi unjuk rasa, Senin, 4 September 2017.
Menurut Firda, membawa anak saat berorasi adalah bagian dari edukasi untuk anak-anak. Dia menuturkan anak-anaknya menyukai terlibat dalam aksi yang dijalani ibunya. "Kami tidak membawa senjata. Kami hanya membawa gagasan, idealisme, dan semangat," ujarnya.
Sahabat Muslim Rohingya berunjuk rasa menuntut perlindungan dari pemerintah Myanmar untuk etnis Rohingya. Firda mengatakan dirinya dan para peserta demo dari Sahabat Muslim Rohingya datang dengan niat damai dan tidak anarkistis. Sehingga aksi mereka aman untuk anak-anak. "Polisi terlalu berlebihan sampai membawa kawat berduri. Kami beretika dan tahu cara berunjuk rasa," tuturnya.
Firda pun menegaskan demonstrasi membawa anak-anak bukanlah hal yang harus dibesar-besarkan. "Menurut saya, membawa anak saat aksi fine-fine saja," ucapnya.