TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang unjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-Undang atau UU Cipta Kerja mengalir di DKI Jakarta dan sekitarnya setelah beleid sapu jagat tersebut disahkan Dewan Perwakilan Rakyat dalam sidang paripurna di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020.
Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan aliansi masyarakat berencana berdemonstrasi serentak di lebih dari 30 kota selama tiga hari, yakni 6-8 Oktober 2020, untuk menolak undang-undang tersebut. “Kita dipaksakan turun ke jalan karena harus melawan. Ini karena tidak ada iktikad baik pemerintah,” ujar Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) Nining Elitos dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual, Ahad, 4 Oktober 2020.
Gerakan unjuk rasa di Jakarta dan sekitarnya telah terjadi sejak Selasa. Massa yang berasal dari buruh hingga mahasiswa turun ke jalan menolak pengesahan undang-undang tersebut sejak kemarin. Tak sedikit pengunjuk rasa yang ditangkap polisi sebelum atau saat menggelar unjuk rasa.
Berikut sejumlah fakta unjuk rasa penolakan buruh terhadap UU Cipta Kerja di Jabodetabek:
Buruh Tanjung Priok Gelar Demo Lanjutan
Demo buruh menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Pos 9 Tanjung Priok, Jakarta Utara, dilakukan sejak Selasa sampai Rabu, 6-7 Oktober 2020. Massa berasal dari berbagai organisasi buruh seperti Serikat Tenaga Kerja Bongkar Muat (STKBM), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).
Pada hari pertama, massa konvoi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di kawasan Pulogadung. "Buruh Jakarta tak akan henti menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law," ujar seorang pengunjuk rasa.