TEMPO.CO, Jakarta - Humas Persatuan Pengemudi Truk Trailer Tanjung Priok, Ahmad Holil, mengatakan pemalakan terhadap sopir kontainer terjadi karena ada kemacetan. Di saat sopir terjebak macet, para preman yang berkedok mengatur lalu lintas kerap meminta duit secara paksa.
Bahkan dalam kasus pemalakan terbaru di Jalan Raya Cilincing, Jakarta Utara, kemarin, seorang preman sampai memanjat pintu truk yang tengah berjalan lambat karena macet. "Mintanya sih biasa Rp 2 ribu," kata Holil saat dihubungi, Kamis, 22 Juli 2021.
Menurut Holil, besaran uang yang diminta bisa lebih besar. Biasanya korban adalah sopir yang masih bertampang muda. Seperti di kasus Cilincing tersebut.
Sementara itu, penyebab adanya kemacetan di Jakarta Utara diduga karena kinerja polisi lalu lintas atau polantas yang tidak maksimal. Menurut Holil, polantas paling hanya ditemui di jalanan pada pagi hari.
"Pukul 08.00 atau 08.30 pun sudah nggak ada," kata Holil.
Ketidakhadiran polantas di jalan tidak hanya menyebabkan pengendara menerobos rambu atau lampu lalu lintas. Namun, peran mengatur lalu lintas juga diambil preman.
"Akhirnya yang ngatur ya anak-anak kecil itu, yang ujung-ujungnya mintai duit secara paksa. Kalau nggak dikasih ya lempar spion-lah, mukul lah," kata Holil.
Untuk mencegah pemalakan, Holil mengatakan polisi harus mendisiplinkan masyarakat di jalan dahulu untuk mengatasi kemacetan. Pendisiplinan itu, kata dia, bukan hanya untuk menjatuhkan denda atau menilang. Lebih mendasar dari itu adalah untuk mengatur lalu lintas.
"Dan jangan sehari dua atau hari, teruslah. Masyarakat Indonesia itu sudah akut," kata Holil.
Pada Juni 2021 lalu, puluhan preman dan pelaku pungli yang biasa melakukan pemalakan sopir di Jakarta Utara diringkus polisi. Operasi ini dilakukan setelah sopir mengadukan masalah itu ke Presiden Jokowi. Di saat itu juga, Jokowi langsung menelepon Kapolri untuk menindak preman dan pelaku pungli yang kerap merugikan sopir trailer.
Baca juga:
M YUSUF MANURUNG