TEMPO.CO, Jakarrta - Penggunaan air tanah di Jakarta masih terus terjadi. Padahal ada ancaman penurunan muka tanah dan tercemarnya air dengan bakteri E-Coli. Selain di perumahan, ternyata gedung-gedung besar di DKI masih ada yang menggunakan air tanah.
Wakil Gubernur atau Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengakui masih ada gedung-gedung besar di Ibu Kota yang bandel menggunakan air tanah.
"Memang ada yang nakal masih menggunakan air tanah. Nanti akan kami berikan sanksi, industri, hotel, apartemen, perkantoran, mal yang menggunakan air tanah," kata Riza Patria di Balai Kota, Jumat, 8 Oktober 2021.
Ia mengatakan, pemerintah telah sering mengimbau agar gedung-gedung itu tak menggunakan air tanah tapi menggunakan air bersih dari PAM Jaya.
Riza sebelumnya mengatakan bahwa PAM Jaya baru bisa mencakup 65 persen kebutuhan air masyarakat Jakarta. Sisanya masyarakat masih mengambil air tanah. Ia mengatakan bahwa saat ini, Pemprov DKI dengan Kementerian PUPR telah menyiapkan sumber air baku lainnya selain dari Waduk Jatiluhur.
Riza berharap dengan adanya penyaluran air bersih ini penggunaan air tanah menjadi berkurang. Dengan begitu, kata dia, penurunan muka tanah pun dapat diantisipasi.
Profesor Riset bidang Geoteknologi dan Hidrogeologi atau BRIN Robert Delinom mengatakan ada beberapa kota yang berlokasi di Pantai Utara Jawa secara terus menerus mengalami amblesan atau penurunan permukaan tanah. Di antaranya adalah Jakarta, Indramayu, Semarang dan Surabaya.
Penurunan muka tanah yang intensif di kota-kota itu dan adanya pemanasan global yang menyebabkan permukaan air laut naik sehingga dikhawatirkan tenggelam beberapa tahun mendatang. Robert menuturkan pengamatan yang intensif di Jakarta dan Semarang menunjukkan bahwa kondisi geologi kedua daerah wilayah sangat berpengaruh pada proses terjadinya amblesan.
Pada 1914, muka air laut dan muka air Sungai Ciliwung masih sama tapi telah berbeda hingga 2,2 meter pada 2011. Data kenaikan muka air laut sampai 2019 menunjukkan kenaikan di Teluk Jakarta 0,43 sentimeter per tahun dan lepas pantai Semarang 0,53 sentimeter per tahun.
Dari fakta itu, dapat disimpulkan tenggelamnya kota-kota di Pantura, dalam artian secara keseluruhan kota terendam, tidak akan segera terjadi.
Menurut Robert, hanya bagian kota yang terletak dekat ke pantai dan dibangun oleh batuan lempung dan aluvial yang belum terpadatkan yang akan tenggelam.
Baca juga: Wagub Minta Warga DKI Hemat Gunakan Air Tanah
ADAM PRIREZA | ANTARA