TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama atau PWNU DKI Jakarta Samsul Ma’arif mengingatkan MUI DKI bahwa fungsi ulama adalah sebagai alat kontrol penguasa dan bukan mitra pemerintah apalagi pasang badan sebagai pembela penguasa.
Samsul Ma'arif mengkritik langkah MUI DKI Jakarta yang akan membentuk pasukan siber atau cyber army untuk menyebarluaskan keberhasilan Gubernur DKI Anies Baswedan, sekaligus menghalau para buzzer yang kerap menjelak-jelekkan Anies di media sosial.
Samsul mengingatkan bahwa dana hibah Pemprov DKI sebesar Rp 10,6 miliar untuk MUI DKI ini adalah uang rakyat dan bukan milik Anies Baswedan.
Karena itu, kata Samsul, sebagai organisasi keagamaan, MUI DKI seharusnya memberitahu penguasa jika ada yang melenceng atau melanggar aturan. Dan bukan malah membentuk pasukan siber yang membela Anies Baswedan.
"Jadi bukan pasang badan kalau ada apa-apa kita membela, bukan itu tugasnya, itu penjilat namanya," ucap Samsul saat dihubungi Ahad 21 Novemebr 2021.
Dengan membentuk cyber army, kata Samsul, mengesankan Gubernur DKI Anies Baswedan seolah-olah membayar Majelis Ulama Indonesia atau MUI DKI untuk membuat pasukan siber alias cyber army melawan buzzer.
"Ada kesan seakan-akan MUI itu kan dibayar oleh Pemda, dikasih yang banyak. Padahal itu uang rakyat bukan uang Anies," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Umum MUI DKI Munahar Muchtar berharap jajarannya di bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) dapat membela dan membantu Anies Baswedan.
Jika buzzer mencari kesalahan Anies, menurut dia, MUI DKI justru harus menyampaikan berita soal keberhasilan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
MUI DKI akan mendapat jatah dana hibah dari pemerintah DKI senilai Rp 10,6 miliar. Alokasi dana itu tercatat dalam Rancangan APBD (RAPBD) DKI 2022.
Baca juga: Anwar Abbas Dukung MUI DKI Bentuk Cyber Army untuk Amar Maruf Nahi Munkar