Ganjar berasal dari keluarga pesantren
Pimpinan Majelis Cahyaning Sholawat Sunter, Jakarta Utara, Kiai Muhammad Ali Musthofa mengaku tidak asing terhadap Ganjar karena berasal dari keluarga pesantren.
Ganjar, kata Kiai Ali, juga merupakan pemimpin religius dan nasionalis yang dibutuhkan Indonesia saat ini. "Karena latar belakang kita kalangan pesantren dan beliau juga keluarga pesantren," tutur Kiai Ali.
Beberapa ulama yang hadir dalam kegiatan tersebut antara lain Habib Fahmi Al Haddad, Habib Reza, Habib Fadli Al Habsyi, Habib Hasan Al Atas, Habib Mahdi Al Haddad dan Kiai Muhammad Ali Mustofa.
Ganjar puncaki sejumlah survei capres
Nama Ganjar Pranowo selalu memuncaki hasil survei sejumlah lembaga. Ganjar, dalam beberapa survei, mengalahkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang berada di urutan kedua, dan Gubernur DKI Anies Baswedan.
Ganjar juga masuk dalam tiga nama yang direkomendasikan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Ganjar masuk tiga besar capres NasDem bersama-sama dengan Anies Baswedan dan Panglima TNI Andika Perkasa.
Namun hingga kini, PDIP partai tempat Ganjar bernaung, belum menyorongkan nama capres yang menjadi hak prerogatif Ketua Umum Megawati Sukarnoputri. Ia harus bersaing dengan Ketua DPR Puan Maharani untuk meperoleh tiket capres dari partai banteng.
Sejumlah simulasi dilakukan untuk memasangkan Ganjar dengan tokoh lain sebagai cawapres, misalnya ada Ganjar Pranowo-Erick Thohir, Ganjar dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Ada pula yang memasangkannya dengan Puan Maharani.
Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo tampak tertawa lepas saat keduanya berjumpa di Rakernas APPSI di Bali, Senin, 9 Mei 2022. Foto Facebook Anies Baswedan
Belakangan, ada usulan untuk memasangkan Ganjar Pranowo dengan Anies Baswedan. Simulasi yang salah satunya datang dari Surya Paloh ini bertujuan untuk mengakhiri polarisasi di masyarakat yang terjadi sejak Pilpres 2014 lalu. Ganjar dianggap mewakili kelompok nasionalis, sedangkan Anies dinilai merepresentasikan kelompok Islam.
Dua kelompok besar pemilih dalam sistem politik Indonesia itu, belakangan berubah nama menjadi cebong dan kadrun, yang satu sama lain saling hujat, sindir dan nyinyir, terutama di media sosial.
Baca juga: Demokrat Berharap Polarisasi saat Pilpres 2019 Tak Terjadi pada Anies - Ganjar