TEMPO.CO, Jakarta - Delapan siswi SD di Kota Bogor menjadi korban dugaan pencabulan oleh gurunya berinisial BBS yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Satreskrim Polresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) pun bekerja sama untuk menangani kasus ini.
Kasatreskrim Polresta Bogor Kota Komisaris Rizka Fadhila mengatakan UPTD PPA dan unit PPA dari polwan akan menangani masalah psikologis korban dan masalah kejiwaan pelaku.
"Kejiwaan pelaku dalam penyelidikan kami dengan melibatkan PPA yang menangani, ada dari pemerintah ada dari polwan," ujar Rizka, Selasa, 12 September 2023 di kantornya dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan belum ada keterangan mengenai kejiwaan BBS, tetapi delapan siswi SD yang menjadi korban BBS tetap aktif sekolah seperti biasa.
Pencabulan yang terjadi sejak akhir 2022 hingga Mei 2023 kepada korban, tidak membuat mereka tidak sekolah. Para siswi yang dicabuli BBS semua adalah muridnya sebagai wali kelas.
Kedelapan korban itu semula kelas 5 SD sesuai dengan tugas BBS sebagai wali kelas. Namun, sudah ada yang naik kelas 6 saat ini.
Mereka mendapatkan perlakuan cabul dengan meraba bagian sensitif tanpa paksaan, melainkan dengan pendekatan kegiatan belajar mengajar (KBM) dan ekstrakurikuler.
Rizka menuturkan dari delapan korban, hanya empat orang bersedia diperiksa dan orang tuanya melapor kepada polisi. Sementara sisanya belum berani terbuka bercerita.
Pendekatan psikologis itu yang menjadi peran dari PPA. Polisi menduga masih ada korban lain dari pencabulan BBS sehingga Satreskrim Polresta Bogor Kota akan terus berkoordinasi dengan pihak sekolah.
"Kami terus koordinasi dengan pihak sekolah, kalau ada orang tua yang anaknya menjadi korban pelecehan seksual, jangan ragu laporkan kepada polisi," imbaunya.
Rizka menuturkan pelaku berusia 30 tahun dan memiliki istri serta satu anak. Dia belum lama diangkat menjadi ASN P3K.
Pelaku ditangkap pada Senin, 11 September pukul 21.00 WIB, setelah polisi mendapat laporan dari empat orang tua korban. Kepada polisi ia mengaku khilaf atas perbuatannya mencabuli siswinya.
Namun, polisi tetap menjerat pelaku dengan pasal 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014 juncto pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak dengan penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Pilihan Editor: Konflik Lahan di Pulau Rempang, Panglima TNI: Jangan Sampai Ada Prajurit yang Terlibat