TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum atau Ketua KPU Hasyim Asy'ari, telah dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan perbuatan asusila terhadap seorang perempuan yang menjadi anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH APIK, yang mewakili korban, menyatakan bahwa Hasyim diduga melakukan pelanggaran kode etik, termasuk pendekatan, rayuan, dan perilaku tidak senonoh.
Pelanggaran ini disebut terjadi antara September 2023 dan Maret 2024, selama pertemuan di Eropa saat Hasyim melakukan kunjungan dinas, serta saat korban berkunjung ke Indonesia.
Korban telah menyediakan sejumlah bukti, termasuk percakapan, foto, dan bukti tertulis lainnya, kepada DKPP. Aristo Pangaribuan, kuasa hukum korban, menyatakan bahwa laporan tersebut sudah diterima oleh DKPP dan diharapkan bisa diproses secara materiil.
Akibat kejadian ini, korban mengalami trauma dan akhirnya mengundurkan diri dari posisi anggota PPLN sebelum pemungutan suara dilakukan.
Selain itu, Hasyim Asy'ari sebelumnya telah terlibat dalam beberapa kontroversi, termasuk dugaan campur tangan dalam proses pemilihan presiden, pelanggaran etika dalam proses pilpres, salah perhitungan kuota perempuan, dan skandal "Wanita Emas" yang melibatkan tuduhan pelecehan seksual yang kemudian diklarifikasi sebagai tidak benar oleh pihak yang bersangkutan.
Dasar Aturan Pidana Pelecehan Seksual di Indonesia
Di Indonesia, aturan pidana pelecehan seksual diatur dalam beberapa undang-undang, dengan yang terbaru adalah:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)
UU TPKS merupakan undang-undang lex specialis yang secara khusus mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual. UU ini mendefinisikan pelecehan seksual sebagai:
Pasal 1 angka 2 UU TPKS: Setiap orang yang dengan maksud untuk melakukan atau membiarkan terjadinya kekerasan seksual, melakukan perbuatan: a. Menyentuh atau meraba tubuh orang lain dengan tanpa persetujuan; b. Melakukan tindakan seksual dengan tanpa persetujuan; c. Melakukan atau membiarkan terjadinya penglihatan, pengindraan, atau pendengaran terhadap orang lain yang melakukan kegiatan seksual dengan tanpa persetujuan; atau d. Melakukan atau membiarkan terjadinya penglihatan, pengindraan, atau pendengaran terhadap orang lain yang sedang dalam keadaan tidak berdaya melakukan kegiatan seksual dengan tanpa persetujuan.
Selain definisi di atas, UU TPKS juga mengatur berbagai jenis pelecehan seksual, seperti:
Pelecehan seksual fisik: menyentuh atau meraba tubuh orang lain tanpa persetujuan, melakukan tindakan seksual tanpa persetujuan, memaksa orang lain untuk melakukan atau menyaksikan tindakan seksual.
Pelecehan seksual non-fisik: melakukan pelecehan seksual secara verbal, menggunakan kata-kata atau gambar yang bersifat seksual untuk melecehkan orang lain, menyebarkan konten seksual non-konsensual.
Pelecehan seksual online: melakukan pelecehan seksual melalui internet atau media sosial, seperti cyberbullying, sexting, dan cyberstalking.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
KUHP juga mengatur beberapa pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku pelecehan seksual, meskipun tidak secara khusus menyebutkannya sebagai "pelecehan seksual". Pasal-pasal tersebut antara lain:
- Pasal 281 KUHP: tentang percabulan
- Pasal 282 KUHP: tentang persetubuhan dengan anak di bawah umur
- Pasal 285 KUHP: tentang memaksa seseorang untuk melakukan persetubuhan
- Pasal 296 KUHP: tentang pencabulan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
KUHAP mengatur tentang tata cara pemeriksaan perkara pidana, termasuk perkara pelecehan seksual. KUHAP memberikan hak-hak kepada korban pelecehan seksual, seperti hak untuk mendapatkan perlindungan, hak untuk didampingi oleh pendamping hukum, dan hak untuk mendapatkan restitusi.
Apa yang Terkategori dalam Pelecehan Seksual?
Berdasarkan UU TPKS, pelecehan seksual dikategorikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan jenis perbuatannya:
Pelecehan seksual fisik: menyentuh atau meraba tubuh orang lain tanpa persetujuan, melakukan tindakan seksual tanpa persetujuan, memaksa orang lain untuk melakukan atau menyaksikan tindakan seksual.
Pelecehan seksual non-fisik: melakukan pelecehan seksual secara verbal, menggunakan kata-kata atau gambar yang bersifat seksual untuk melecehkan orang lain, menyebarkan konten seksual non-konsensual.
Pelecehan seksual online: melakukan pelecehan seksual melalui internet atau media sosial, seperti cyberbullying, sexting, dan cyberstalking.
2. Berdasarkan hubungan pelaku dan korban:
- Pelecehan seksual dalam keluarga: dilakukan oleh anggota keluarga, seperti orang tua, anak, suami, istri, saudara, atau kakek nenek.
- Pelecehan seksual di tempat kerja: dilakukan oleh atasan, rekan kerja, atau klien.
- Pelecehan seksual di tempat pendidikan: dilakukan oleh guru, dosen, atau staf sekolah/universitas.
- Pelecehan seksual di tempat publik: dilakukan di tempat umum, seperti di jalanan, transportasi umum, atau tempat wisata.
3. Berdasarkan jenis kelamin korban:
- Pelecehan seksual terhadap perempuan: pelecehan seksual yang dilakukan terhadap perempuan.
- Pelecehan seksual terhadap laki-laki: pelecehan seksual yang dilakukan terhadap laki-laki.
- Pelecehan seksual terhadap anak: pelecehan seksual yang dilakukan terhadap anak-anak di bawah usia 18 tahun.
MICHELLE GABRIELA | SUKMA KANTHI NURANI I YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | IKHSAN RELIUBUN | HENDRIK KHOIRUL MUHID
Pilihan Editor: Koalisi Perempuan Desak Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Ditindak Serius