TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Bersedia membayar hingga 36 juta rupiah, Nadia Nuke (32 tahun) yang ingin jadi anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang Selatan mengatakan kalau penipu menyebut nama Wali Kota Benyamin Davnie sebagai tiket masuk. Dirinya pun kini hanya bisa pasrah menyerahkan proses hukum berjalan atas penipuan yang dialaminya di Satpol PP Tangsel tersebut.
Nadia menuturkan, penipuan uang pelicin untuk bisa menjadi pegawai Satpol PP Kota Tangsel ini terjadi sejak 2021 lalu. Dia ingat terakhir penyerahan pada Oktober. Tapi, kata Nadia, setelah menyetorkan uang senilai total Rp 36 juta, dirinya malah tidak pernah mendapat kejelasan.
"Berbulan bulan saya tanya, 'Kok ga masuk masuk ini?'. Berbulan bulan saya dilempar lempar, lama kelamaan malah ga da tanggung jawabnya," katanya saat dihubungi, Senin 16 Oktober 2023.
Dia kemudian diarahkan agar sabar menunggu perekrutan angkatan baru 2022. Tapi, mulai dari Februari 2022 sampai Mei 2022, semua berlalu begitu saja.
Nadia membeberkan kronologi penipuan yang dialaminya itu. Dia menyebut ada peran tiga pegawai honorer di Satpol PP. Ketiganya adalah orang yang diinisialkan sebagai A dan tertera bernama Azis dalam lembar kwitansi pembayaran uang senilai Rp 34 juta dari Nadia pada 27 Oktober 2021 dan dua rekannya yang lain.
Dari penelusuran Nadia ke A dan dua rekannya itu, untuk mencari pertanggungjawaban, diketahui mereka bertiga bekerja sama dengan nama lain, yakni N. Informasi yang didapat Nadia dari antara tiga pegawai honorer Satpol PP itu, N adalah 'anggota Dewan' di Kota Tangsel.
Bukti pembayaran oleh Nadia Nuke (32 tahun) yang ingin jadi anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang Selatan. Pembayaran total senilai Rp 36 juta sudah dilakukan pada 2021 namun dia tak kunjung direkrut, sehingga akhirnya mengadukannya sebagai penipuan pada 20 Maret 2023. (ISTIMEWA)
"Saya ke rumahnya, saya datangi ternyata dia bukan anggota DPRD, jadi cuma kader posyandu. Dia bilang, 'Saya baru calon anggota Dewan Pariwisata'," ujarnya.
Kata Nadia, dalam pertemuan itu, N mencatut nama Wali Kota Benyamin Davnie. N menyebut bahwa berkas lamaran milik Nadia sudah sampai di meja orang nomor satu di Kota Tangerang Selatan itu.
"Sebenarnya nama kamu sudah ada di BKD tapi yang bisa buka nama kamu di BKD itu wali kota, cuma tunggu arahan buat dipanggil," kata Nadia menirukan ucapan N.
Nadia mengejar lagi untuk minta dikembalikan uangnya tapi ditolak. "Ga bisa, uang kamu sudah dibagi bagi, karena saya masukin kamu lewat ajudan wali kota," kata N lagi, ditirukan Nadia. Dia kemudian dilempar lagi ke nama terakhir yang disebut sebagai ajudan Benyamin itu.
Nadia mengaku saat itu sudah menemukan banyak kejanggalan. Terlebih, orang terakhir yang dimaksud tidak dapat ditemui, hanya bisa berkomunikasi lewat aplikasi WhatsApp. Tapi itu pun hanya awalnya karena kemudian nomor tidak aktif.
Nadia pun memutuskan melapor ke polisi. Laporan dibuatnya di Polres Metro Tangerang Kota pada 20 Maret 2023.
Dari pemeriksaan di polisi, Nadia menuturkan, N mengaku ditipu. Sedangkan nama orang terakhir yang disebut N, berdasarkan informasi yang didapatnya dari kepolisian, adalah nama palsu. Tapi orang itu sudah terima uang bagian sebesar Rp 25 juta. "Sudah pembagian mereka."
Apa Kata Satpol PP Tangsel?
Sementara itu, saat dimintakan keterangannya, Sekretaris Dinas Satpol PP Kota Tangerang Selatan Sapta Mulyana membantah praktik pungutan uang untuk penerimaan calon pegawai di Satpol PP. Dia juga meyakini Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie tidak mengetahui ihwal lamaran tersebut.
"Tidak mungkin," katanya. "Lamaran itu kalau misalnya ditujukan ke Satpol PP kita sebagai pimpinan aja tidak tahu. Keterangan sampai ke meja pak wali tidak bisa dipertanggungjawabkan."
Dia menegaskan tidak pernah mengetahui adanya penerimaan calon pegawai yang disebutnya di luar prosedur itu. "Itu oknum," kata dia.
Penegasan Sapta bertolak belakang dari apa yang disampaikan Nadia sebelumnya bahwa dia berani memberikan sejumlah uang lantaran kemungkinan besar dapat diterima. Nadia mengaku mendapat informasi langsung dari internal Satpol PP.
"Dia ngejelasin bahwa di situ lamaran rata-rata pada bawaan wali kota, dewan, pejabat, dan lain-lain. Jadi kalau lu ga pake duit, lu kalah," katanya.
Nadia yang tidak kunjung diterima bekerja di Satpol PP Tangsel kini memutuskan untuk melanjutkan pendidikan profesi advokat. "Nerusin pendidikan advokat saya. Jadi tim lawyer," kata dia.
Pilihan Editor: Aneka Isi Spanduk dan Poster Massa Demonstran di Luar Sidang MK