TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, Tulus Abadi, menyayangkan ujung dari proses negosiasi yang viral antara PLN dengan satu pelanggannya di Cengkareng, Jakarta Barat. Seperti telah diberitakan, denda PLN sebesar Rp 33 juta akhirnya tak kuasa ditolak dengan permohonan terakhir si pelanggan untuk mendapatkan periode cicilan yang sepanjang mungkin.
Tulus menyebut, putusan bisa lebih adil jika pelanggan PLN di Cengkareng itu terus melakukan perlawanan sampai ke pengadilan. "Untuk membuktikan siapa yang benar, biar hakim atau Pengadilan Negeri yang memutuskan," kata Tulus saat dihubungi pada Rabu, 29 November 2023.
Pada kasus tersebut, warga Cengkareng inisial SL mengaku telah beberapa kali melakukan diskusi dengan PLN hingga Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Mereka berharap mendapatkan keringanan denda, namun ditolak.
SL dan keluarganya pada awalnya mempertanyakan besaran denda Rp 33 juta itu yang dihitung sejak 2016 hingga Agustus 2023. Mereka yang telah pernah membayar denda sebesar Rp 17 juta itu juga mengungkap keterlibatan seorang petugas yang biasa bekerja untuk PLN untuk pelanggaran pemasangan kWh Meter model digital yang dituduhkan kepada mereka. Negosiasi tak berhasil, SL dan keluarga tetap dianggap bersalah.
Menurut Tulus, PLN seharusnya memberikan sosialisasi secara intensif tentang regulasi Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik atau P2TL yang menjadi patokan hukum terhadap pelanggan. "Plus risiko jika melakukan tindakan pencurian listrik," kata dia.
YLKI mencatat, sepanjang tahun ini saja sudah ada 17 konsumen mengeluh tentang permasalahan di PLN. Di antaranya adalah 9 yang mengeluhkan denda PLN karena korban P2TL.
"Ada yang meminta permohonan keringanan atas tagihan sebesar Rp 5,4 hingga Rp 20 juta," katanya sambil menambahkan, "Dalam hal ini, mereka merasa keberatan atas denda PLN tersebut."
Pilihan Editor: DKI Coret Hampir 18 Ribu Siswa dari Daftar Penerima KJP Plus Tahap II 2023