"Kami lihat nih data penerima KIS PBI APBD, mana sih yang masuk di DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), SITPAS (Sistem Terintegrasi Pelayanan Sosial) untuk kemudian kami tetap bayarkan preminya secara berkelanjutan," ujarnya.
Untuk mereka yang belakangan diketahui tak terdaftar dalam DTKS, kata Mary, akan dinonaktifkan kepesertaan KIS PBI APBD-nya karena diasumsikan warga tersebut tergolong mampu. Verifikasi dan validasi yang dibutuhkan dalam proses ini disebutkannya di Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) di kantor-kantor kelurahan.
"Nanti ketika hasil verifikasi dan valiasi ternyata memenuhi kriteria, diaktifkan kembali KIS-nya. Tapi kalau tidak memenuhi kriteria kami sampaikan, 'mohon maaf bapak ibu termasuk keluarga yang mampu, silakan melanjutkan BPJS-nya menjadi peserta mandiri'."
Bayar Pakai KTP Tidak untuk Tunggakan BPJS
Diingatkan pula, dimasukkan ke dalam peserta JKN (KIS PBI APBD) tidak serta merta menghilangkan tunggakan di BPJS Kesehatan. Soal tunggakan, Mary menegaskan, tidak ada kaitannya dengan Pemda. Peserta diminta menyelesaikannya sendiri bersama BPJS Kesehatan.
Soal tarif Rp 10 ribu untuk pasien yang masih berlaku di puskesmas-puskesmas, Mary memastikan itu hanya untuk warga yang belum tercakup JKN atau BPJS Kesehatan miliknya tidak aktif. "Harus jadi pasien umum dulu dan membayar tarif Rp10 ribu bagi KTP Depok, sedangkan Rp 20 ribu untuk non-KTP Depok," kata dia.
Nanti, dia melanjutkan, setelah mendaftar sebagai pasien umum dan pemeriksaan dokter membutuhkan dirujuk ke rumah sakit, barulah didaftarkan lah oleh puskesmas sebagai peserta KIS PBI APBD. "Nanti ke rumah sakitnya kalau KIS-nya sudah aktif, paling lambat 3 x 24 jam," kata Mary lagi.
Pilihan Editor: Di Kabupaten Bogor, Berkas Kasus Gangster Nomor Tiga Terbanyak Setelah Narkoba dan Penipuan