TEMPO.CO, Depok - Mantan anggota panitia pengawas pemilu (Panwaslu) kecamatan Pancoran Mas Depok Amri Joyonegoro melaporkan pemecatan dirinya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Laporan itu diajukannya kepada DKPP pada Selasa, 16 Januari 2024.
Amri juga melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan pencemaran nama baik oleh seorang komisioner Bawaslu Kota Depok yang disebutnya membuat pernyataan di media tanpa bukti dan cenderung tendesius.
"Sehingga menempatkan entitas Bawaslu Kota Depok ini pada jalan menuju kegagalan dan kehancuran," kata Amri dalam keterangan tertulis yang diterima Kamis, 18 Januari 2024.
Pada Senin lalu, Amri juga telah melayangkan somasi ke Komisioner Bawaslu Depok atas nama Sulastio ke kantor sekretariat Bawaslu Kota Depok. Dia minta Sulastio memberikan jawaban 1x24 jam dan dijawab dengan kop surat Bawaslu Kota Depok tertanggal 16 Januari 2024.
Namun, dia baru menerimanya pada Rabu, 17 Januari 2024 melalui chat WhatsApp, yaitu dua surat yang isinya normatif dan tidak menyentuh substansi dari somasi yang dilayangkannya.
"Bahkan surat pertama, tidak ada subjek penerima suratnya, sehingga diduga direvisi dengan surat kedua dengan nomor surat yang sama," ungkap Amri.
Hal ini ia nilai sebagai keangkuhan Bawaslu Kota Depok dan terus-menerus menunjukan kecerobohan dan ketidakcermatan.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Kota Depok M. Fathul Arif mengungkap alasannya mengeluarkan keputusan pemecatan anggota Panwaslu Kecamatan Pancoran Mas Amri Joyonegoro. Pemecatan itu atas dasar pelanggaran kode etik.
Arif mengaku berat membuat keputusan pemecatan, tetapi hal ini patut dilakukan untuk menjaga marwah, kehormatan dan independensi lembaga pengawas pemilu. "Kami ingin membuktikan bahwa Bawaslu Kota Depok menjaga netralitas dan kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemilu," ucap Arif.
RICKY JULIANSYAH
Pilihan Editor: Usai Diperiksa Bawaslu, Begini Pj Wali Kota Bekasi Bela Anak Buah Soal Kasus ASN Pamer Jersey 2