TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Pengamat Politik Ray Rangkuti menyebut dalam Pemilihan Umum atau Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak bekerja secara maksimal. Ray melihat fenomena yang terjadi pada demokrasi Indonesia saat ini.
Menurut alumni Universitas Islam Negeri atau UIN Syarif Hidayatullah itu, pada Pemilu 2024 ini Bawaslu tidak berperan aktif menjalankan tugasnya sebagai pengawas. "Bawaslu, ini saya sebutkan ini situasi kita sekarang berpemilu seolah enggak ada. Bawaslu itu mestinya, harusnya, ada yang dipanggil Bawaslu sebab dia berangkat gunakan fasilitas negara, lalu pulangnya gunakan fasilitas negara hanya. Ketika dia bertemu dengan orang, itu dia tidak sebagai pejabat negara. Padahal mungkin tidak ada cutinya, kemudian kok bisa pakai fasilitas negara," kata Ray, Senin 5 Februari 2024.
Ray juga mengkritik keras ihwal pejabat negara yang saat ini banyak menjadi partisan salah satu pasangan calon. Menurut dia, hal itu tidak boleh terjadi pada masa Pemilu.
"Inilah yang kita sebut tadi, karena mereka persoalkan boleh enggak boleh, akal akalin. Nah ini yang kita sebut tadi kembalilah ke moral," ujarnya.
Ihwal dukungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke calon nomor urut 02, Ray menyebut memang hal itu tidak dilakukan secara detail. Namun masyarakat juga sudah paham dengan kondisi pimpinan negara tersebut.
"Dia (Jokowi) dengan nyebut presiden itu boleh kampanye, tapi kan sikap buktinya negatif dia mundur lagi kalau sekiranya sikap kita gak ada reaksi sekarang. Saya percaya dia akan kampanye," ujarnya.
Ray menilai perbuatan Jokowi tersebut tentu mencederai demokrasi Indonesia. Ray pun mencurigai aktivitas Jokowi yang memang terkesan tidak netral dalam Pemilu kali ini.
"Bagaimama netral? Ada partai yang dapat 2 persen aja susah, lalu tiba-tiba ajak presiden minum kopi dan sepanjang itu doa sama partai inilah itulah. Lalu besoknya dia kalau bersama presiden bilang netral tapi gimana kalau begini?" kata dia.
Pilihan Editor: Cerita di Balik Rapat Mahasiswa Diintimidasi 15 Preman, Dilarang Mendemo Jokowi