TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono membantah menghubungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membebaskannya dari kasus gratifikasi di Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).
Bantahan tersebut disampaikan Andhi pada sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, hari ini, Jumat, 1 Maret 2024. "Tidak pernah Pak,” katanya.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum KPK menunjukkan tangkap layar percakapan WhatsApp yang berisi rencana pertemuan istri Andhi Pramono, Nurlina Burhanuddin sebagai barang bukti.
Atas barang bukti tersebut, Jaksa pun meminta penjelasan Andhi. “Apakah saudara pernah menghubungi pihak KPK terkait proses hukum saudara ini agar tidak dilanjutkan atau seperti itu? Pernah tidak?” kata Jaksa KPK.
Jaksa berulang kali memberikan pertanyaan yang sama kepada tersangka kasus gratifikasi di Direktorat Jenderal Bea Cukai itu. Bahkan Jaksa membacakan percakapan yang ada di tangkap layar di hadapan Majelis Hakim, pembela, dan peserta sidang.
“Merah putih ini apa maksudnya? Ini dari handphone istri Saudara,” ucap Jaksa.
Meski Jaksa telah membacakan percakapan yang membahas soal janji pertemuan di 'Gedung Merah Putih' dan menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, Andhi tetap bersikeras menjawab tidak mengetahui percakapan tersebut. "Saya tidak tahu," kata Andri.
Gedung Merah Putih adalah nama kantor KPK.
Sebelumnya, KPK mendakwa bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono menerima gratifikasi Rp 58.974.116.189. Gratifikasi ini berasal dari sejumlah pihak yang terlibat pengurusan kepabeanan impor saat bekerja sebagai pegawai Bea Cukai.
Pilihan Editor: Top 3 Metro: Andri Gustami dan Daftar Polisi Terlibat Kasus Narkoba, 6 Ustad yang Pengajiannya Dibubarkan Ormas