TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan tidak ada dasar hukum yang mengharuskan polisi membotaki atau menggunduli tahanan.
“Hal tersebut merupakan kebiasaan lama yang dijalankan untuk menyamakan perlakuan dengan tahanan lain agar tidak ada bullying di tahanan karena penampilan tahanan,” kata Poengky saat dihubungi, Senin, 11 Maret 2024.
Poengky menuturkan ada potensi pelanggaran terhadap martabat manusia dalam praktik pencukuran tahanan. Terlebih jika dilakukan tanpa persetujuan tahanan. “Merupakan perlakuan atau hukuman yang merendahkan,” kata dia.
Praktik ini bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009, yang menekankan pada penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Selain itu, dalam praktiknya, kata Poengky, rupanya tidak semua tahanan menjalani prosedur ini. Pengamatannya selama inspeksi fasilitas tahanan kepolisian ia menemukan banyak tahanan tetap mempertahankan gaya rambut asli mereka.
Budaya penggundulan ini biasanya menyasar tahanan dari komunitas yang terpinggirkan atau dengan ciri fisik yang khas. “Menimbulkan kekhawatiran akan diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil di bawah hukum,” tuturnya.
Aksi penggundulan tahanan menjadi sorotan kembali terlebih dilakukan kepada sembilan petani di Penajam Paser Utara yang menolak menyerahkan lahannya untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Sembilan petani dari Kelompok Tani Saloloang, Kelurahan Pantai Lango Kecamatan Penajam, ini ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan mengancam pekerja di proyek pembangunan IKN.
Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Komisaris Besar Artanto mengatakan pemotongan rambut para tahanan bagian dari tata tertib di ruang tahanan Polri. “Guna pemeriksaan identitas, badan, atau kondisi fisik dan menjaga atau memelihara kesehatan serta mengidentifikasi penyakit pada tahanan baru,” katanya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 9 Maret 2024.
Para petani ini akhirnya dibebaskan pada Jumat malam, 1 Maret 2024. Saat keluar tahanan rambut kepala mereka lenyap.
DIVA SUUKYI LARASATHI
Pilihan Editor: Otorita IKN Diduga Beri Ultimatum, Warga Pemaluan Takut Terjadi Pulau Rempang Jilid II