Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

AKP Andri Gustami Divonis Mati Kasus Narkoba, Bagaimana Hukuman Mati Bagi Koruptor Sesuai UU Tipikor?

image-gnews
Ilustrasi Narapidana kasus korupsi. TEMPO/Imam Sukamto
Ilustrasi Narapidana kasus korupsi. TEMPO/Imam Sukamto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta -  Narapidana atau napi kasus narkoba menjadi yang terbanyak diganjar vonis hukuman mati di Indonesia. Terbaru adalah Mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami. Vonis mati diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung karena ia terlibat peredaran narkoba jaringan Fredy Pratama.

“Menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Andri Gustami,” kata ketua majelis hakim Lingga Setiawan dalam amar putusan yang dibacanya dalam persidangan, Kamis, 29 Februari 2024.

Selama ini hukuman mati identik sebagai ganjaran untuk pelaku perkara pembunuhan dan kasus narkoba. Namun, pidana mencabut nyawa ini ternyata sebenarnya juga bisa diterapkan bagi terpidana kasus korupsi.

Kendati demikian, amat langka rasanya mendengar kabar seorang koruptor dijatuhi hukuman mati. Paling banter hanya sebatas tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang kemudian kandas di sidang putusan.

Lantas apa dasar hukum pidana mati bagi koruptor dan bagaimana penerapannya?

Regulasi hukuman mati sebelumnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor. Pasal 2 ayat (2) beleid ini menyatakan terpidana korupsi dapat dijatuhi hukuman mati. Syaratnya, kejahatan korupsi tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu.

“Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan,” bunyi pasal tersebut.

Dalam lampiran penjelasan pasal per pasal dalam UU Tipikor tersebut, dijelaskan bahwa maksud “keadaan tertentu” dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) adalah sebagai pemberatan bagi pelaku apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada keadaan tertentu. Tujuannya untuk memberi rasa jera bagi koruptor lain serta merupakan bentuk pencegahan korupsi.

Sedikitnya ada empat kriteria yang dijadikan landasan koruptor bisa dieksekusi mati. Kriterianya yaitu apabila korupsi dilakukan:

1. Pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

2. Pada waktu terjadi bencana alam nasional.

3. Sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, maupun

4. Pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, baru setahun berlaku, UU Nomor 31 Tahun 1999 ini direvisi oleh UU nomor 20 tahun 2001. Lampiran penjelasan mengenai Pasal 2 ayat (2) pun berubah. Kriterianya bukan 4 hal tersebut lagi. Kendati demikian substansinya masih tetap sama. Adapun kriteria hukuman mati bagi koruptor menurut UU Tipikor yang baru ini, yakni:

“Apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.”

Fenomena korupsi terhadap dana penanggulangan krisis ekonomi terjadi pada 2020 lalu. Kala itu Indonesia dirundung Pandemi Covid-19. Pelakunya adalah Menteri Sosial saat itu, Juliari Batubara yang menilap duit bantuan sosial alias Bansos hingga Rp 17 miliar. Sempat berdesus isu vonis mati terhadap kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

“Keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi, maka yang korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan lain dalam menegakkan hukum, yaitu tuntutannya pidana mati,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR RI, Rabu, 29 April 2020.

Dalam perkara ini, Juliari terbukti menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sekitar Rp 32,482 miliar. Tapi bukan pidana mati, dia lalu dijatuhi hukuman oleh Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pidana penjara 12 tahun plus denda Rp 500 juta pada 23 Agustus 2021. Hakim juga mewajibkan Juliari membayar uang pengganti sejumlah Rp 14,5 miliar.

Mahfud Md, yang merupakan Menko Polhukam saat itu, mengatakan hukuman mati bagi napi korupsi sebenarnya sudah disepakati jauh-jauh hari. Kata dia, pemerintah sudah serius menegakkan aturan hukuman mati bagi koruptor. Namun, dalam penerapannya, hukuman terberat itu tak pernah terlihat karena hakim tak mau menetapkan.

“Kadang kala hakimnya malah mutus bebas, kadang kala hukumannya ringan sekali. Kadang kala sudah ringan dipotong lagi. Ya sudah, itu urusan pengadilan. Di luar urusan pemerintah,” ujar Mahfud saat ditemui di kantornya, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa, 10 Desember 2019.

Di sisi lain, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) justru menentang wacana hukuman mati sebagai pemberantasan korupsi di Indonesia. Mereka menegaskan penggunaan pidana mati tidak pernah menjadi solusi akar masalah korupsi. Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus AT Napitupulu mengatakan pemerintah lebih baik fokus pada visi pemberantasan korupsi dengan memperbaiki sistem pengawasan pada kerja pemerintahan.

“ICJR sangat menentang keras wacana KPK ataupun aktor pemerintah lainnya untuk menjatuhkan hukuman mati sebagai solusi pemberantasan korupsi, terlebih pada masa pandemi ini,” ujar Erasmus dalam keterangan tertulis, Senin, 7 Desember 2020 lalu.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | JACINDA NUURUN ADDUNYAA | EGI ADYATAMA | MIRZA BAGASKARA

Pilihan Editor: Vonis Hukuman Mati AKP Andri Gustami, Dulu Terpidana Mati di Indonesia Dieksekusi Gantung, Bagaimana Kini?

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


KPK Tetapkan Bekas Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba Tersangka TPPU

2 jam lalu

Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba, menjalani pemeriksaan lanjutan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu, 3 April 2024. Abdul Ghani Kasuba, diperiksa sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji untuk proyek pengadaan barang dan jasa serta perijinan dilingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. TEMPO/Imam Sukamto
KPK Tetapkan Bekas Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba Tersangka TPPU

Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang


Beda Sikap Soal Wacana Penambahan Jumlah Kementerian di Kabinet Prabowo

2 jam lalu

Pasangan presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka hadir dalam rapat Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu Tahun 2024 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Rabu 24 April 2024. KPU menetapkan Prabowo-Gibran sebagai calon presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024 - 2029. TEMPO/Subekti.
Beda Sikap Soal Wacana Penambahan Jumlah Kementerian di Kabinet Prabowo

Wacana penambahan jumlah kementerian di kabinet Prabowo perlu kajian ilmiah.


4 Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa Penuhi Permintaan Syahrul Yasin Limpo karena Takut Dipecat

3 jam lalu

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 29 April 2024. SYL disangkakan dengan Pasal 12 huruf e dan 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
4 Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa Penuhi Permintaan Syahrul Yasin Limpo karena Takut Dipecat

Empat pejabat di Kementerian Pertanian kompak menjawab terpaksa memenuhi permintaan Syahrul Yasin Limpo karena takut dipecat atau dimutasi.


Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

6 jam lalu

Ketua PP Muhammadiyah yang juga mantan Ketua KPK, M. Busyro Muqoddas. TEMPO/M Taufan Rengganis
Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

Busyro Muqoddas tak ingin KPK kian terpuruk setelah pimpinan yang dipilih lewat pansel hasil penunjukkan Jokowi bermasalah


Mahfud Md: Pilpres 2024 Secara Hukum Sudah Selesai, tapi Secara Politik Belum

7 jam lalu

Mahfud MD saat mengunjungi UII Yogyakarta Rabu, 8 Mei 2024. Dok.istimewa
Mahfud Md: Pilpres 2024 Secara Hukum Sudah Selesai, tapi Secara Politik Belum

Mahfud Md mengatakan Pilpres 2024 secara hukum konstitusi sudah selesai, tapi secara politik belum karena masih banyak yang bisa dilakukan.


Gus Muhdlor Ditahan, Wakil Bupati Sidoarjo Dilantik Jadi Plt Bupati

8 jam lalu

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Sidoarjo melakukan aksi unjuk rasa, didepan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa, 23 April 2024. Dalam aksi damai ini mereka mendesak KPK segera mengusut dan menangkap Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di Lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo. TEMPO/Imam Sukamto
Gus Muhdlor Ditahan, Wakil Bupati Sidoarjo Dilantik Jadi Plt Bupati

Gus Muhdlor dilarang menjalankan tugas sebagai bupati jika sedang menjalani masa tahanan.


Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

8 jam lalu

Kepala Rutan Cabang KPK, Achmad Fauzi (kopiah) bersama para tersangka petugas Rutan KPK, seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu, 3 April 2024. Tersangka tersebut di antaranya Kepala Rutan Cabang KPK, Achmad Fauzi, Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan (PNYD) mantan Karutan KPK, Hengki, Deden Rochendi (PNYD), Sopian Hadi (PNYD), Ristanta (PNYD), Ari Rahman Hakim (PNYD), Agung Nugroho (PNYD), Eri Angga Permana (PNYD) dan 7 petugas Rutan, M. Ridwan, Suharlan, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh dan Ricky Rachmawanto. TEMPO/Imam Sukamto
Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

Pengacara eks Kepala Rutan KPK menghormati putusan praperadilan meski tidak sependapat dengan hakim.


Syahrul Yasin Limpo Disebut Minta Honor Narasumber Rp10 Juta padahal Maksimal Rp4 Juta

8 jam lalu

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo (kiri) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 29 April 2024. Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menghadirkan empat saksi pada sidang lanjutan bekas Menteri Pertanian (Kementan). TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Syahrul Yasin Limpo Disebut Minta Honor Narasumber Rp10 Juta padahal Maksimal Rp4 Juta

Bendahara Dirjen PSP Kementerian Pertanian mengaku diminta menyiapkan Rp10 juta untuk honor Syahrul Yasin Limpo sebagai narasumber


Cerita Gus Muhdlor Pindah Mendukung Prabowo Setelah OTT KPK

8 jam lalu

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2024. KPK resmi menahan Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo. TEMPO/Imam Sukamto
Cerita Gus Muhdlor Pindah Mendukung Prabowo Setelah OTT KPK

Momentum pindah dukungan Gus Muhdlor saat pilpres ditengarai dipengarui kasus korupsi yang menjeratnya.


Bupati Solok Selatan Dipanggil Kejati Sumbar Dugaan Korupsi Lahan Hutan untuk Ditanami Sawit

8 jam lalu

Bupati Solok Selatan Khairunnas keluar dari Kejati Sumbar pada Rabu 8 Mei 2024 usai melaksanakan pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi penggunaan lahan negara tanpa izin.
Bupati Solok Selatan Dipanggil Kejati Sumbar Dugaan Korupsi Lahan Hutan untuk Ditanami Sawit

Asisten Pidsus Kejati Sumbar Hadiman menjelaskan pemanggilan Bupati Solok Selatan itu terkait kasus dugaan korupsi penggunaan hutan negara tanpa izin.