TEMPO.CO, Jakarta - Pembangunan kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan setelah kabar Badan Otorita IKN meminta 200 warga Pemaluan merobohkan rumahnya karena melanggar RTRW IKN. Padahal, warga di kawasan Kampung Tua Sabut Pemaluan merasa belum mendapat sosialisasi tentang ketentuan tersebut.
Informasi tersebut tertuang dalam surat yang ditandatangani oleh Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otoritas IKN, Thomas Umbu Pati. Isi surat tersebut antara lain menjelaskan, rumah salah seorang warga di RT 05 Pemaluan harus segera dibongkar karena tidak sesuai dengan ketentuan Tata Ruang Wilayah Pembangunan IKN pada tanggal 29 Agustus 2023 dan 4 hingga 6 Oktober 2023.
“Jangka waktu selambat-lambatnya tujuh hari kalender, terhitung sejak tanggal teguran pertama ini disampaikan,” bunyi isi surat teguran pertama dari Otorita IKN pada 4 Maret 2024
Selain itu, seorang warga lain juga diminta untuk hadir di Rest Area IKN, yang dulunya merupakan kediaman eks rumah jabatan Bupati PPU di Sepaku, Kalimantan Timur, pada Jumat, 8 Maret 2024. Hal tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti arahan ihwal pelanggaran pembangunan yang tidak berizin dan tidak sesuai dengan tata ruang IKN.
“Sehubungan dengan undangan ini bersifat sangat penting maka kehadiran saudara diminta tidak diwakili,” tulis surat undangan itu dengan keterangan sifat penting.
Surat ultimatum tersebut pun lantas menjadi buah bibir di kalangan warga Kampung Tua Sabut, Pemaluan, Kalimantan Timur. Bahkan, seorang warga merasa khawatir jika di wilayahnya akan terjadi kerusuhan seperti di Pulau Rempang, Batam, 7 September 2023 lalu.
“Warga merasa ketakutan dan ini seperti peristiwa Rempang jilid 2,” ujar salah seorang sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, saat dihubungi Tempo melalui telepon seluler pada Sabtu, 10 Maret 2024.
Berikut rangkuman informasi mengenai fakta-fakta konflik warga kampung Tua Sabut Pemaluan dan Badan Otorita IKN.
Warga Kampung Tua Belum Dapat Sosialisasi
Mengenai surat pemberitahuan dari Otoritas IKN yang memaksa warga untuk merobohkan rumahnya, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur buka suara. Pengurus Jatam Kalimantan Timur Mareta Sari mengatakan, warga Kampung Tua Sabut belum pernah mendapatkan sosialisasi.
Bahkan, menurut Mareta Sari, surat undangan dan surat teguran dari Deputi Bidang Pengendalian Badan Otorita IKN, adalah surat satu-satunya dan pertama yang pernah warga kampung Tua terima.
“Mereka belum pernah sekalipun diundang dan diajak bicara secara layak tentang Rencana Tata Ruang Wilayah IKN,” ujar Mareta Sari dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 11 Maret 2024.
Kampung Tua Sabut, kata Maretasari, dihuni oleh warga Suku Balik dan Suku Paser. Hal ini jauh sebelum RTRW IKN, bahkan sebelum proyek pemindahan Ibu Kota negara dicetuskan. Leluhur dan nenek moyang mereka sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Warga Kampung Sabut menyebut kubur-kubur dan makam orang tua mereka masih terdapat di sana.
“Penanda kampung dan rumah-rumah mereka bukanlah bangunan Ilegal seperti tuduhan dan label yang dilemparkan oleh otorita IKN,” ujar Eta.
Selanjutnya penjelasan Otorita IKN...