TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Kepala Kantor Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut perkara korupsi yang menjeratnya karena ia diviralkan di media sosial atas tuduhan memamerkan kekayaannya (flexing)
Hal ini diungkap Andhi saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat.
Menurut dia, penyidik KPK pertama kali memanggilnya untuk mengklarifikasi framing negatif yang beredar di media sekaligus klarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). "Akhir Maret 2023, saya telah mengklarifikasi dengan baik," kata Andhi di PN Jakarta Pusat, Jumat, 15 Maret 2024.
Andhi menyebut ia diusut bukan karena KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) atau hasil dari pengembangan perkara lainnya. Ia mengklaim sedang fokus bekerja sebagai Kepala Bea Cukai Makassar saat KPK memanggilnya. "Perkara saya terjadi tiba-tiba saja," katanya.
Pada saat dipanggil penyidik KPK, Andhi mengungkapkan rumah yang ditempatinya adalah milik mertua yang dibeli pada 2006 dan telah ditempati sejak 15 tahun yang lalu. Rumah yang dimaksud, yaitu rumah yang menjadi sorotan warganet.
Andhi dan keluarganya menjadi sorotan warganet karena disebut-sebut telah melakukan flexing di media sosial Instagram. "Putri saya memang menggeluti bidang fashion sejak SMA sehingga sering menerima endorse dan menjadi model produk-produk fashion," ujarnya.
Sejak jadi sorotan warganet, kata Andhi, banyak foto anak perempuannya beredar di media sosial. Foto-foto yang mirip dengan putri saya tapi itu bukan putri saya disebarluaskan dengan tujuan flexing," kata dia.
Andhi mengaku jika KPK menyatakannya sebagai PNS yang patuh dan tepat waktu dalam melaporkan LHKPN sejak 2011 sampai 2023. Seluruh LHKPN miliknya sudah diverifikasi dan bisa dibuka setiap tahunnya oleh KPK.
Tidak hanya itu, dia berkata penyidik KPK turut meminta keterangan kurang lebih 98 orang saksi dan tidak menemukan adanya tindak pidana korupsi berupa gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam catatan kewenangan sebagai ASN atau penyelenggara negara.
Namun, ucap Andhi, penyidik berdilik sangka dengan telah menggunakan keterangan-keteragan saksi yang menyebut dirinya pernah menerima uang. "Walaupun sudah saya jelaskan penerimaan uang tersebut terkait dengan pengelolaan usaha keluarga dengan almarhum Sia Leng Salem dan kegiatan pinjam-meminjam antar teman," katanya.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono, dengan hukuman pidana selama 10 tahun dan tiga bulan penjara atas perkara dugaan gratifikasi sebesar Rp 58,9 miliar. Jaksa juga menuntut pidana denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Jaksa menyatakan Andhi Pramono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dia didakwa menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp 58,9 miliar.
Pilihan Editor: Pemprov DKI Tunggu Putusan KPK soal Nasib Hengki si Lurah di Kasus Pungli di Rutan