TEMPO.CO, Jakarta - Perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) oleh bekas Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan telah diputus. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis bersalah kepada Karen dengan hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Dalam proses persidangan perkara ini, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla atau JK pernah menjadi saksi meringankan bagi Karen. Penasihat hukum Karen mendatangkan JK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis, 16 Mei 2024.
Menanggapi pertanyaan Majelis Hakim tentang penyebab Karen menjadi terdakwa, JK mengaku bingung. Pendamping Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) era 2004-2009 dan Joko Widodo atau Jokowi periode 2014-2019 itu mengatakan saat menjabat sebagai Dirut Pertamina, Karen hanya menjalankan tugas dari presiden untuk memenuhi pasokan cadangan energi di atas 30 persen.
“Saya juga bingung kenapa dia terdakwa, karena dia menjalankan tugasnya. Instruksi dari presiden ke Pertamina. Instruksinya harus dipenuhi di atas 30 persen. Saya ikut membahas hal ini kebetulan saya di pemerintah waktu itu,” kata JK.
JK mengatakan, pengadaan LNG yang dilakukan Karen berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, yang ditujukan kepada PT Pertamina.
Dalam aturan itu, JK menyebut ada instruksi untuk Pertamina agar mencapai sasaran kebijakan energi nasional. Antara lain mewujudkan energi (primer) mix yang optimal pada 2025, dengan peranan gas bumi menjadi lebih 30 persen terhadap konsumsi energi nasional.
JK menjelaskan, instruksi tersebut juga seiring dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. “Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan saya masih di pemerintahan saat itu,” lata dia.
JK menyebut perusahaan negara seperti Pertamina wajar bila rugi saat menjalankan bisnis, termasuk LNG. Potensi rugi itu, kata JK, terjadi karena banyak faktor. Salah satunya saat pandemi Covid-19 pada 2020 silam. Jika semua perusahaan rugi harus dihukum, kata dia, maka seluruh BUMN Karya juga harus dihukum.
“Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka seluruh BUMN Karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau Dirut Pertamina dihukum, kita bertindak terlalu menganiaya. Ini bahaya, orang tidak mau bekerja di perusahaan negara, tidak ada lagi orang berani berinovasi,” kata JK.
Apa yang Memberatkan dan Meringankan dalam Vonis untuk Karen?
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan eks Direktur Utama Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pembelian gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).
“Menyatakan Terdakwa Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Hakim Ketua Maryono di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2024.
Maryono menjatuhi Karen vonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. “Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” tuturnya.
Dalam menjatuhkan amar putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan, yakni perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah yang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. “Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara,” kata Maryono.
Sementara hal-hal yang meringankan, yakni Karen yang bersikap sopan di persidangan, tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, dan memiliki tanggungan keluarga. Selain itu, Terdakwa dinilai mengabdikan diri pada Pertamina.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Karen Agustiawan dipidana 11 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Jaksa meyakini Karen melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Jaksa juga menuntut Karen Agustiawan membayar uang pengganti Rp 1.091.280.281 atau Rp1 miliar dan US$ 104.016 dalam waktu satu bulan setelah ada putusan tetap. Jika tidak sanggup, hartanya akan disita dan dilelang untuk menggantinya. Jika tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, jaksa meminta Karen dipenjara selama dua tahun.
Adapun dalam perkara ini, jaksa mendakwa Karen telah merugikan negara sebesar US$ 113,84 juta atau setara Rp 1,77 triliun dalam kasus pengadaan LNG tersebut. Karen juga didakwa memperkaya diri sebesar Rp 1,09 miliar dan US$ 104.016 atau setara dengan Rp1,62 miliar, serta memperkaya korporasi Amerika Serikat, yakni Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai US$ 113,84 juta yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
ADIL AL HASAN | DEFARA D.
Pilihan editor: Pelaku Pencabulan Tujuh Anak di Bekasi Pernah jadi Korban Kekerasan Seksual