TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut agar bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL dijatuhi pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 500 juta dalam perkara korupsi di Kementan, Jumat sore. Jaksa juga minta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan SYL terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi.
Dalam perkara ini, Syahrul dianggap menerima uang Rp 44.546.079.044 untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo berupa pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda Rp 500 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata Jaksa KPK Meyer Volmar Simanjuntak di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 28 Juni 2024.
Selain itu, jaksa menuntut SYL untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 44.269.777.204 dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat dikurangi dengan jumlah uang yang disita dan dirampas dalam perkara ini.
"Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika tidak mencukupi diganti dengan pidana penjara selama empat tahun," kata Meyer.
Bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berpelukan dengan keluarganya usai mendengar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat, 28 Juni 2024. Tempo/M. Faiz Zaki
Perbuatan SYL dalam perkara korupsi di Kementan ini dianggap terbukti menurut dakwaan pertama, yaitu Pasal 12 e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Gratifikasi yang diterima SYL diduga berasal dari para pejabat eselon I beserta jajaran di lingkungan Kementerian Pertanian sejak 2020 hingga 2023. Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta dan Sekretaris Jenderal Kasdi Subagyono sebagai pejabat di Kementerian Pertanian sebagai koordinator pengumpulan uang untuk selanjutnya diberikan kepada SYL.
Uang itu dikumpulkan secara bersama-sama dengan melibatkan pegawai yang jadi pengepul di setiap direktorat jenderal. Apabila ada pejabat yang tidak memenuhi permintaan SYL, maka akan dipindahtugaskan atau berstatus non job atau diminta untuk mengundurkan diri.
Selama proses persidangan, Syahrul Yasin Limpo berdalih tidak tahu soal uang yang dipungut anak buahnya dari eselon I Kementan untuk dia. SYL membantah semua kesaksian anak buahnya yang mengaku diperintah untuk kumpulkan uang maupun ancaman non-job bagi yang tidak mau memenuhi permintaan itu. "Saya baru mengetahui ada uang sharing-sharing ini di persidangan," katanya, Senin, 24 Juni 2024.
Pilihan Editor: Kasus Pungli di Rutan KPK, Narapidana Korupsi Mardani Maming Diperiksa Sebagai Saksi