TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani, mengatakan telah berkoordinasi dengan Lembaga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengusut kasus kematian Afif Maulana, anak 13 tahun yang diduga disiksa oleh polisi. Tim LBH Padang selaku kuasa hukum Afif menyatakan pihaknya sudah melengkapi berkas agar LPSK melindungi 18 saksi yang juga menjadi korban kekerasan polisi.
"Kami ingin 18 korban ini dilindungi oleh LPSK," ujar Indira saat ditemui di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa, 2 Juli 2024.
Indira menyatakan sejauh ini, LPSK baru menerima permohonan perlindungan bagi keluarga Afif. Dia pun mengatakan LPSK akan segera turun menangani kasus ini. "Sudah menyerahkan berkas, tadi kami berkoordinasi. LPSK segera turun," ujarnya.
Perlindungan bagi 18 saksi tersebut, menurut Indira, penting karena polisi hingga saat ini masih mencari-cari saksi yang mendukung tudingan bahwa Afif memang meninggal karena disiksa, bukan terjatuh atau melompat dari Jembatan Kuranji. Dia mengatakan, dari beberapa saksi yang sudah teridentifikasi oleh LBH Padang, mungkin saja sudah diidentifikasi terlebih dahulu oleh polisi dan dicari-cari.
Indira menilai terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus ini. Maka dari itu, dia berharap LPSK tidak memperlakukan tragedi Jembatan Kuranji ini seperti kasus biasa. "Ini kami berkejar-kejaran untuk melindungi fakta-fakta, sehingga kami juga tidak ingin LPSK itu birokrasi meletakkan kasus ini seperti kasus biasa, itu harapan kami tadi."
Hingga saat ini, keluarga Afif, melalui kuasa LBH Padang, meyakini anak mereka tewas karena disiksa oleh Polda Sumbar yang saat itu berpatroli untuk mencegah terjadinya tawuran. "Tidak, saya yakin seyakin-yakinnya anak saya tidak melompat, karena tidak ada tanda-tanda di badannya jatuh dari ketinggian," kata Afrinaldi, ayah Afif Maulana, saat ditemui di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat Senin lalu.
Di kantor YLBHI, Indira membeberkan semua fakta yang mendukung tudingan tersebut. Mulai dari banyak ditemukan luka lebam akibat disiksa, posisi jasad yang ditemukan telentang, kesaksikan korban penyiksaan di Polsek Kuranji, hingga upaya kepolisian untuk menghilangkan fakta terjadinya penyiksaan dengan menandatangani surat tidak menuntut apa-apa dari pihak keluarga.
Jenazah Afif Maulana ditemukan seorang warga di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, pada Ahad siang, 9 Juni 2024. Kepada pihak keluarga, polisi menyatakan Afif tewas karena melompat setelah menghindar dari kejaran anggota polisi yang berupaya mencegah terjadinya tawuran pada Ahad dini hari.
Keluarga tak percaya dengan cerita itu setelah melihat kondisi jenazah Afif. Mereka lantas melaporkan masalah ini ke LBH Padang. Hasil investigasi LBH Padang menyatakan Afif tewas karena penyiksaan, bukan melompat. Pasalnya, di tubuh Afif terlihat bekas jejakan sepatu orang dewasa. LBH Padang juga menyatakan tak terdapat bekas luka seperti orang terjatuh di tubuh Afif.
LBH Padang juga menyatakan mendapatkan kesaksian jika Afif Maulana sempat tertangkap oleh sejumlah anggota polisi. Selain itu, terdapat pula 18 korban lainnya yang mengaku ditangkap polisi dan mendapatkan penyiksaan.
Meskipun demikian, Polda Sumatera Barat tetap membantah jika Afif Maulana tewas karena dianiaya. Kapolda Sumatera Barat, Irjen Suharyono, berkeras Afif tewas karena melompat dari atas jembatan. Suharyono pun membantah adanya penyiksaan terhadap 18 orang yang ditangkap anggotanya. Dia menyatakan hal itu hanya kesalahan prosedur.