TEMPO.CO, Jakarta - PT Delta Mega Persada (PT DMP), pengembang perumahan Suvarna Sutera mengaku mengalami kerugiano materi dan immateri yang cukup besar dalam kasus dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen tanah yang dilakukan Mohammad Solichin dan Saeful Kahfi Diroji.
Keduanya adalah anak dari Tumpang Siagian yang saat ini menjabat sebagai kepala desa Wanakerta, Kecamatan Sindangjaya, Kabupaten Tangerang. Mereka ditetapkan tersangka dan masuk daftar pencarian orang (DPO) Polda Banten setelah dilaporkan melakukan pemalsuan surat dan dokumen tanah seluas 2000 meter."Kerugian yang kami alami lebih dari Rp 5 miliar dampak dari kasus pemalsuan dokumen tanah ini," ujar Senior Lawyer PT DMP Ahmad M Fadillah, kepada Tempo, Senin 5 Agustus 2024.
Ahmad menyebutkan kerugian yang dialami pengembang meliputi uang yang sudah dibayarkan untuk pembebasan lahan, proyek terhenti karena tanah yang telah mereka bebaskan itu berujung pada sengketa. "Bukan hanya proyek terhenti, tapi kami juga kehilangan kepercayaan investor dan konsumen dampak dari terhentinya proyek ini," kata Ahmad.
Menurut Ahmad, PT DMP sama sekali tidak menyangka jika surat dan dokumen tanah seluas 2000 meter yang berlokasi di Kampung Rampak Wetan, Desa Sindang Asih, Kecamatan Sindangjaya yang mereka beli dari Amsinah, ibu dari Solichin ternyata palsu. "Kami membeli tanah itu dengan etikad baik dan benar benar melalui prosedur," kata Ahmad.
Ahmad menuturkan, ihwal perusahaan properti itu membeli tanah atas peran Saeful, anak tertua Tumpang Siagian. Saat itu, Saeful menawarkan tanah miliknya ibunya akan dijual. Karena berada dalam kawasan pengembangan perumahan elit itu, PT DMP tertarik untuk membeli.
Apalagi, ujar Ahmad, saat proses verifikasi data dan dokumen sebelum pembayaran tanah dilakukan, Solichin yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Sindang Asih menjamin surat dan dokumen tanah yang dengan Akte Jual Beli (AJB) atas nama Amsinah itu asli dan aman. Saat transaksi pada 2017, Solichin sebagai kepala desa Sindang Asih 2017 memastikan jika surat dan dokumen tanah tersebut lengkap dan aman. " AJB atas nama Amsinah ibunya, PBB, surat keterangan dari desa yang menyatakan tanah itu tidak dalam sengketa, belum diperjualbelikan," kata Ahmad.
Berdasarkan kepastian dari Solichin itulah, akhirnya PT DMP percaya dan membayar tanah tersebut. "Saat melakukan pengukuran tanah, penjual saat itu memastikan jika tanah adalah milik keluarga Tumpang," kata Ahmad.
PT DMP, kata dia, memenuhi dan melengkapi syarat sebagai pembeli. "Bahkan kami beli dengan harga diatas rata rata," ucap Ahmad tanpa menyebut besaran nilai yang dibayar untuk membeli tanah itu.
Belakangan diketahui jika bidang tanah itu diklaim keluarga ahli waris Suinah. Keluarga ahli waris yakin jika tanah tersebut belum pernah diperjualbelikan dan belum berpindah tangan. Mereka menyegel tanah yang sudah dipadatkan dan diratakan dengan tanah di dalam kawasan pengembangan perumahan Suvarna Sutera.
Kemudian, keluarga ahli waris melaporkan Solichin, Saeful dan Amsinah ke Polda Banten. "Kami melaporkan adanya dugaan tindakan pidana pasal 263 dan 266 KUHPidana, akta palsu dan keterangan palsu yang diduga dilakukan Solichin," ujar kuasa hukum ahli waris, Imam Fachrudin kepada Tempo, Ahad 4 Agustus 2024.
Imam mengungkapkan, peristiwa dugaan pidana perbuatan melanggar hukum mulai tercium, ketika muncul surat dan dokumen tanah milik Arpiah berganti nama menjadi Sarpiah. " Surat dan dokumen itu menyebutkan seolah olah orang yang sama dan objek tanah yang sama," kata Imam.
Menurut Imam, dugaan pemalsuan surat dan dokumen tanah ini dilakukan Solichin saat menjabat kepala desa Sindang Asih. Dia membuat surat dan dokumen palsu atas nama Sarpiah. " Data Sarpiah dibuat seolah olah sama dengan nama Arpiah yang telah meninggal," kata Imam.
Selanjutnya, Sarpiah menjual tanah seluas 2000 meter itu ke Amsinah, istri Lurah Wanakerta Tumpang Siagian, yang tak lain ibu Solichin. Amsinah kemudian menjual tanah itu ke PT DMP.
Saat ini, kata Imam, tanah kliennya itu telah dikuasai pengembang dan akan dibangun perumahan dan kawasan bisnis yang mewah. "Objek tanah kami telah dikuasai pengembang," ucapnya.
Padahal, kata Imam, tanah tersebut milik Suinah yang membeli tanah dari Arpiah. Arpiah membeli tanah itu dari Nursin.
Imam mengatakan, hasil penelusuran dan investigasi mereka, ternyata Sarpiah tidak memiliki tanah yang disebutkan tersebut. "Kami telah menemui Sarpiah seperti disebutkan dalam dokumen palsu itu, ternyata ibu Sarpiah mengaku tidak punya tanah itu dan tidak pernah terlibat transaksi jual beli tanah. Boro boro punya tanah dan rumah, kenal juga tidak," kata Imam menirukan ucapan Sarpiah.
Berdasarkan bukti dan sejumlah kejanggalan itu, keluarga ahli waris dari Suinah akhirnya melaporkan Solichin ke Polda Banten pada 2019 lalu.
Polda Banten hingga kini masih memburu Solichin dan Saeful dan telah mengumumkan Solichin dan Saeful ke daftar pencarian orang (DPO) alias buron setelah kakak beradik itu mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka. "Keduanya tidak kooperatif, dicari penyidik tidak pernah ada sehingga dimasukan ke dalam DPO," kata Kepala Bidang Humas Polda Banten Komisaris Besar Didik Hariyanto.
Menurut Didik, Solichin dan Saeful ditetapkan sebagai DPO terkait kasus penipuan dan pemalsuan dokumen.
Pengumuman DPO Solichin dan Saeful yang dikeluarkan Polda Banten telah beredar luas. Dalam pengumuman disertai foto dan data diri kedua orang itu, disebutkan jika Solichin dan Saeful diduga terlibat pemalsuan surat atau pemalsuan akta otentik serta menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Mereka dinilai melanggar pasal Pasak 263, 264 dan 266 KUH Pidana.
Mohammad Solichin Bin Tumpang Sugian merupakan pengusaha dan mantan kepala Desa Sindang Asih. Dia sempat mencalonkan diri sebagai anggota legeslatif pada Pemilu 2023, namun gagal.
Adapun Saeful kini menjabat sebagai Sekretaris Desa Wanakerta. Polda Banten mengimbau agar masyarakat memberikan informasi jika mengetahui dua buron itu dan menghubungi penyidik Polda Banten Ipda Bambang di nomor 081212333435 dan Bripka Ade Wahyu di nomor 087771317770
Pilihan Editor: Terlibat Penipuan dan Pemalsuan Dokumen Tanah, Dua Anak Kepala Desa di Tangerang Buron