TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin siang, 2 September 2024. Mereka melaporkan Polri atas dugaan korupsi pengadaan pepper projectile launcher (alat pelontar gas air mata).
Koalisi Masyarakat Sipil yang membuat laporan ke KPK ini terdiri dari 17 lembaga, di antaranya Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Pers, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), PSHK, KontraS, ICJR, dan Greenpeace.
“KPK diberikan kewenangan untuk menangani kasus korupsi yang diduga melibatkan aparat penegak hukum, dalam hal ini adalah kepolisian,“ kata Koordinator ICW Agus Sunaryanto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2024.
Agus menjelaskan, ada beberapa potensi penyimpangan yang dilakukan oleh kepolisian. Pertama, adanya dugaan persekongkolan tender yang mengarah kepada merek tertentu. Kedua, adanya indikasi penggelembungan harga yang dilakukan oleh panitia pengadaan.
Agus berharap, KPK memiliki keberanian untuk mengusut dugaan korupsi tersebut. “ Ini bisa menjadi legacy kepada pimpinan berikutnya agar mereka benar-benar menangani kasus yang bukan hanya penyelenggara negara,” ucapnya. “Karena sekali lagi, korupsi yang terjadi atau melibatkan aparat penegak hukum itu justru akan merusak citra dari penegak hukum sendiri.”
Ketua Umum Pengurus YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, pemenang tender pengadaan alat pelontar gas air mata ini diduga adalah anggota atau memiliki relasi dengan anggota kepolisian. “Karena dari google street view yang kami dapatkan, ketika kami meneliti tempat atau alamat pemenang tender, di situ ada mobil berplat polisi,” kata Isnur.
Isnur belum mengetahui orang-orang yang terlibat dalam pengadaan alat pelontar gas air mata itu. “Kami belum tahu namanya siapa, tapi kami institusi saja yang kami laporkan,” katanya. “Jadi di situ ada PPK-nya. Tentu itu ada bagian pengadaan barang dan jasa di Kepolisian yang bagian unit yang memang mengadakan.”