TEMPO.CO, Jakarta - Tiga berita terpopuler kanal hukum pada Selasa pagi ini dimulai dari Komnas HAM sebut ada 3 jenis pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus Vina dan Eky. Salah satunya, para terpidana tidak didampingi oleh pengacara saat menjalani pemeriksaan awal penyelidikan dan penyidikan di Polresta Cirebon.
Berita terpopuler kedua, lalu lintas di Jalan Raya Bogor sekitar Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob) lengang pada hari Senin, 14 Oktober 2024. Pak Ogah yang biasanya mengatur lalu lintas menghilang karena Presiden Joko Widodo menghadiri acara Penganugerahan Medali Kehormatan dan Keselamatan Publik 'Loka Praja Samrakhsana' dan apel pasukan Operasi Mantap Brata 2024 di Mako Brimob.
Berita terpopuler ketiga adalah pihak keluarga korban penganiayaan pelajar Madrasah Aliyah (MA) di Tebet, Jakarta Selatan, menyatakan pelaku pemukulan memiliki kemampuan bela diri pencak silat. Korban berinisial AAP (16 tahun) merupakan siswa di kelas X sementara pelaku berinisial NA, duduk di bangku kelas XI.
Berikut 3 berita terpopuler kanal hukum pada Selasa, 15 Oktober 2024:
1. Kasus Vina dan Eky, Komnas HAM Sebut Ada 3 Jenis Pelanggaran HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melakukan pemantauan terhadap kasus kematian Vina dan Eky. Hasilnya, mereka menyimpulkan ada tiga jenis pelanggaran HAM dalam kasus tersebut.
Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, ketiga pelanggaran itu adalah hak atas bantuan hukum dari terpidana, hak terpidana untuk bebas dari penyiksaan selama dalam tahanan dan hak untuk terbebas dari penangkapan sewenang-wenang.
Uli mengatakan, berdasarkan keterangan yang mereka kumpulkan, para terpidana tidak didampingi oleh pengacara saat menjalani pemeriksaan awal penyelidikan dan penyidikan di Polresta Cirebon. “Absennya hak atas bantuan hukum juga terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Jabar dan Sie Propam Polresta Cirebon pada sekitar Maret 2017,” ujar Uli, Senin, 14 Oktober 2024.
Komnas HAM juga menemukan pelanggaran atas hak para terpidana bebas dari penyiksaan. Para terpidana, menurut Uli, mengaku mengalami penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi dalam proses penahanan di Polresta Cirebon. Hal tersebut, kata dia, juga terkonfirmasi berdasarkan Putusan Sidang Etik Bidpropam Polda Jabar Sie Propam Polres Cirebon pada sekitar Maret 2017.
Selain itu, ada juga bukti foto yang beredar di media sosial pada awal September 2016. Foto itu memperlihatkan kondisi para terpidana yang diduga mengalami penyiksaan/perlakuan kejam dan tidak manusiawi. Komnas HAM, kata Uli, juga telah mengonfirmasi keaslian foto itu dengan meminta keterangan ahli digital forensik.
Terakhir, Komnas HAM menilai telah terjadi penangkapan secara sewenang-wenang terhadap para terpidana saat oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon. "Ketika proses penangkapan oleh Unit Narkoba Polresta Cirebon pada akhir Agustus 2016, para terdakwa tidak mendapatkan surat penangkapan dan juga tidak diberitahukan kepada keluarganya di mana para terdakwa ditangkap bukan dalam konteks tertangkap tangan. Keluarga pada terdakwa tidak mengetahui penangkapan pada terdakwa tersebut,” kata dia.
Atas berbagai temuan tersebut, Komnas HAM meminta Polri melakukan pemeriksaan ulang dan evaluasi atas dugaan pelanggaran HAM dalam proses penangkapan terpidana pembunahan Vina dan Eky. Mereka juga meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap seluruh proses upaya hukum peristiwa kematian sejoli tersebut, baik yang sudah berjalan pada tahun 2016 maupun yang saat ini masih berjalan.
Delapan terpidana kasus kematian Vina dan Eky saat ini tengah mengajukan peninjauan kembali. Langkah itu mereka tempuh setelah ketidakberesan penanganan perkara ini menyeruak ke publik. Desakan untuk membuka kembali penyidikan kasus ini mencuat setelah kisah kematian yang menggemparkan Cirebon itu diolah menjadi film.
Selanjutnya Jokowi terima medali kehormatan di Mako Brimob, Pak Ogah menghilang....