TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menjelaskan penyebab buron yang kabur ke luar negeri sulit ditangkap. Hikmahanto mengatakan ada kendala yang mungkin saja dialami aparat kepolisian Indonesia saat mengejar buron.
“Kalau memang ada di Singapura, misalnya, lokasi persisnya di mana? Singapura itu luas. Kalau tidak tahu lokasi, kita bisa berputar-putar saja mencari,” ucap Hikmahanto Juwana, Senin, 14 Oktober 2024.
Walau Indonesia mempunyai perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara, Hikmahanto menyebut buron yang cerdik bisa saja akan meminta bantuan pengadilan negara pelariannya untuk membatalkan penangkapannya.
“Dia bisa minta supaya pengadilan jangan memperbolehkan. Membuat alasan segala macam. Mulai dari kondisi penjara di Indonesia tidak bagus, saya dikriminalisasi dan lain sebagainya,” kata Hikmahanto.
Kendala lain yang mungkin juga dihadapi aparat kepolisian Indonesia adalah minimnya anggaran untuk menangkap buron yang lari ke luar negeri. Menurut pakar hukum UI itu, anggaran untuk menangkap tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) butuh biaya yang besar.
Hambatan lain yang menurut Hikmahanto cukup penting ialah soal diplomasi. Pemerintah Indonesia harus memiliki kemampuan tawar-menawar atau berdiplomasi dengan baik. “Saya menganggap, kalau membawa orang (buron) ini ke Indonesia, itu harus ada bargaining dari pemerintah kita,” ujarnya.
Pada saat ini, masih banyak buron Indonesia yang lari ke luar negeri untuk menghindari proses hukum. Misalnya Harun Masiku yang terlibat dalam dugaan kasus suap urusan PAW anggota DPR, hingga gembong narkoba Fredy Pratama yang kabur ke Thailand. Terbaru, Divisi Hubungan Internasional Polri juga mengungkapkan ada tujuh buron asal Indonesia yang masuk dalam daftar Red Notice interpol dan saat ini diperkirakan berada di China.
Pilihan Editor: Seorang Polisi Dikeroyok saat Selidiki Peredaran Narkoba di Kampung Ambon