TEMPO.CO, Jakarta - Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti kriminalisasi terhadap seorang guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Sang guru ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kekerasan terhadap muridnya yang merupakan anak polisi. “Penanganan yang terkesan eksesif ini mengingatkan saya pada istilah hyper-criminalization,” kata Reza dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 22 Oktober 2024.
Reza mengatakan, berdasarkan pemberitaan, guru honorer tersebut tidak menggunakan kekerasan fisik saat menegur sang murid. Pemberitaan itu didasarkan atas keterangan para saksi. Sehingga bisa dikatakan, polisi melihat peristiwa minor ini hanya dengan kacamata kriminalitas.
Bila polisi menerapkan kriminalisasi secara berlebihan dalam masalah seperti ini, kata Reza, akan banyak masyarakat yang menyandang status penjahat. Pelanggaran hukum minor dengan mudah dicap sebagai bentuk kejahatan. Penanganan seperti ini tentu tidak akan menekan angka kriminalitas.
Reza menyinggung delapan komitmen Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, khususnya, komitmen nomor tujuh yang berbunyi “mengedepankan pencegahan permasalahan, pelaksanaan keadilan restoratif, dan penyelesaian masalah”.
Dari komitmen itu terlihat kapolri sudah mewanti-wanti jajaran kepolisian untuk mengedepankan keadilan restoratif atau restorative justice sebagai solusi sebuah masalah. Bagi Reza, tak seharusnya kepolisian membawa persoalan-persoalan minor ke ranah litigasi yang berujung pada penahanan maupun pemenjaraan.
“Komitmen Kapolri itu seharusnya dipahami sebagai tekad Listyo Sigit agar Polri menomorsekiankan pendekatan punitive apalagi retributive, bahwa Bu Guru harus dibikin sakit, menderita, dan diasingkan agar kapok,” ujar Reza.
Sebelumnya diberitakan, seorang guru honorer bernama Supriani dilaporkan ke Polsek Baito pada 26 April 2024. Guru di SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, itu dituduh menghukum muridnya.
Upaya mediasi tidak mencapai kesepakatan sehingga penanganan laporan tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan. Polisi menetapkan Supriani menjadi tersangka pada 3 Juni 2024. Setelah penyidikan rampung, penyidik menyerahkan berkas perkara dan tersangka kepada kejaksaan pada 16 Oktober 2024. Kejaksaan menahan Supriani dengan alasan untuk mempercepat proses pelimpahan ke pengadilan.