TEMPO.CO, Jakarta--Anggota Fraksi Partai Demokrat Taufiqurrahman bersikeras untuk melanjutkan rencana interpelasi terhadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Langkah itu diambil meski Ketua Fraksi Partai Demokrat Jhony Welas Polii menyatakan fraksinya tak mendukung rencana itu.
"Hak interpelasi itu melekat di diri anggota dewan, tidak ditentukan oleh fraksi," ujar Taufiqurrahman ketika ditemui di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, 28 Mei 2013. (Baca juga: Ini 32 Anggota DPRD DKI Interpelator Jokowi)
Sejauh ini, hanya dua fraksi yang sudah pasti menarik dukungannya, yaitu Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Berarti ada lima orang yang mencabut tandatangannya dari rencana interpelasi.
Taufiqurrahman mengatakan, belum ada anggota dewan lain yang menyatakan akan menarik dukungan. "Tanpa Golkar dan PPP tidak masalah, masih memenuhi syarat 15+1 tanda tangan anggota dan lebih dari satu fraksi," katanya.
Pertanyaan yang mendasari pengajuan interpelasi itu, kata dia, karena adanya rumah sakit yang keberatan. "Pasti ada yang salah, karena seharusnya rumah sakit senang kalau mereka banyak pasien. Ini yang ingin kami tanyakan," ujar Taufiqurrahman. (Baca: Alasan DPRD Interpelasi Jokowi)
Dia juga mempermasalahkan kesediaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menjadi proyek percontohan Jaminan Kesehatan Nasional 2014. Soalnya dana kesehatan DKI Jakarta jauh lebih besar dan bisa membiayai masyarakat lebih banyak ketimbang perhitungan di tingkat nasional.
"Kalau ini diterapkan di daerah yang APBDnya kecil tentu membantu, tetapi kalau di Jakarta malah berpotensi mengurangi kualitas pelayanan dibandingkan Jamkesda," ujar Taufiqurrahman.
Oleh sebab itu dia ingin bertanya kepada Gubernur selaku penentu kebijakan di Ibu Kota. Dia menilai, sistem pembayaran dengan Jamkesda akan lebih menguntungkan pasien. Soalnya seorang peserta akan ditanggung keperluannya hingga batas plafon Rp 100 juta. Sementara dalam pola Indonesia Case Based Group, biaya untuk pasien dibatasi sesuai jenis diagnosanya. "Kalau ternyata ada komplikasi dan butuh obat yang lain, bagaimana?" kata Taufiqurrahman.
Anggota fraksi Demokrat lainnya, Achmad Nawawi juga mengaku konsisten dengan rencana interpelasi. Namun proses interpelasi ini masih panjang karena baru dalam tahap pengumpulan tanda tangan.
Asal muasal munculnya usul interpelasi adalah terbatasnya dana yang bisa digunakan dengan pola INA CBG. "Jakarta ini kan punya anggaran yang besar, kalau untuk pelayanan masyarakat tentu bisa digunakan," katanya.
Soalnya dengan pola pembayaran itu, tagihan rumah sakit hanya dibayar sebesar 30-40 persennya. Akibatnya 2 rumah sakit menyatakan mundur dan 14 lainnya menyatakan keberatan dengan tarif INA CBG. "Kalau rumah sakit mundur tentu pelayanan bagi masyarakat akan mundur karena daya tampung rumah sakit berkurang," kata Nawawi. (Baca: Interpelasi Tak Masalah bagi Jokowi)
ANGGRITA DESYANI
Terhangat:
Kisruh Kartu Jakarta Sehat | Menkeu Baru | PKS Vs KPK | Vitalia Sesha
Baca juga:
Ketua Fraksi Demokrat Nilai Interpelasi KJS Kandas
Ahok: KJS Baru Jalan Sudah 'Diributin'
Sikapi Interpelasi KJS, Demokrat DPRD DKI Terbelah
Jokowi: KJS untuk Rakyat Bawah, Jangan Diganggu