TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan sopir taksi yang tergabung dalam Persatuan Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) berdemonstrasi depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 14 Maret 2016. Mereka menuntut pemerintah menutup keberadaan angkutan ilegal menggunakan pelat hitam yang difasilitasi perusahaan jasa aplikasi. Mereka menganggap kehadiran aplikasi tersebut tidak memiliki izin usaha dan telah merugikan sopir taksi resmi.
"Kami meminta kepada petugas dan pejabat yang berwenang untuk menegakkan aturan. Pada hakikatnya, Uber dan Grab Car menyerobot beberapa izin, termasuk merampok mata pencarian kami," kata Sodikin, koordinator lapangan demonstrasi, di depan Balai Kota.
Para sopir taksi juga memprotes karena perusahaan aplikasi transportasi online dianggap sebagai penghubung perusahaan asing yang ada di Indonesia. Perusahan-perusahaan itu telah melanggar Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 2 Tahun 2009 tentang Angkutan Umum dan Jalan Raya.
"Mereka tidak ada uji kir, tidak ada izin usaha. Kami tidak punya satu izin saja dilarang. STNK bukan tanda legal suatu usaha, melainkan surat tanda nomor kendaraan. Bukan izin legal," kata Sodikin.
PPAD meminta kepada pejabat berwenang, seperti Presiden, Gubernur DKI Jakarta, atau Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup aplikasi Uber dan Grab Car. "Mereka telah merampas hak kami sebagai angkutan umum yang telah berjuang bertahun-tahun melayani masyarakat dengan baik. Mereka menghancurkan sistem transportasi, terutama yang ada di Jakarta," kata Sodikin.
Massa juga mendesak pemerintah mengeluarkan segera Perpres atau Inpres yang mengatur persoalan transportasi. Selain itu, mereka meminta melakukan audiensi dengan pihak pemerintah di Istana Negara.
Aksi rencananya akan dilakukan serempak di wilayah Jabodetabek dalam bentuk pemasangan kain hitam di lengan kiri yang menandakan matinya transportasi di Indonesia. PPAD akan bergerak ke beberapa titik pusat kota, yaitu Balai Kota DKI Jakarta, Istana Negara, dan Kementerian Komunikasi Informatika.
LARISSA HUDA