TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kemarin menerima kunjungan dari pemerintah Jepang yang diwakili oleh Wakil Menteri Infrastruktur dan Transportasi Jepang Hiroshi Muto dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Tanizaki Yasuaki. Menurut Ahok, kunjungan ini dilakukan untuk membicarakan kerja sama lanjutan soal pembangunan Mass Rapid Transit (MRT).
"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta desak Jepang untuk cairkan dana lebih cepat," kata Ahok, saat ditemui di Balai Kota, Kamis, 18 Juni 2015.
Ahok mengatakan salah satu faktor penghambat pembangunan MRT adalah terlalu lamanya pinjaman JICA (Japan International Cooperation Agency) sampai ke pemerintah DKI. Akibatnya, target pembangunan MRT tahap 1 molor.
JICA mengucurkan dana dalam bentuk pinjaman selama 40 tahun kepada Indonesia untuk membangun MRT. Pencairan dana dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, dana cair 50 miliar yen (Rp 5,4 triliun). Tahap kedua, dana cair 75 miliar yen (Rp 8 triliun). Namun hingga saat ini DKI belum terima keseluruhan dana yang dibutuhkan.
Karena itu, Ahok mengingatkan pemerintah Jepang soal kelanjutan kerja sama pinjaman dana. Ahok tak ingin Jepang ada di atas angin karena negara itu mengetahui Indonesia membutuhkan dana dari JICA untuk proyek MRT. Ahok berkomitmen mempercepat pembangunan MRT agar Jepang yakin akan proyek ini, sehingga kucuran dana dapat terealisasi secepatnya.
Lambannya keputusan Jepang membuat fase kedua pembangunan jalur MRT dari Bundaran HI menuju Kampung Bandan sepanjang 8,1 kilometer terhambat. Padahal, kata Ahok, pemerintah DKI sudah siap berkomitmen dengan pemerintah pusat untuk meneruskan pembangunan hingga Bekasi, lalu diteruskan sampai Balaraja, Banten. Bahkan, kata Ahok, Pemprov DKI siap untuk menanggung utang jika Banten dan Jawa Barat tak bersedia.
"MRT tak ada gunanya jika pembangunan tak sampai mitra kota yang sedang berkembang pesat," kata Ahok.
YOLANDA RYAN ARMINDYA