Petugas BPBD Kabupaten Bogor berusaha membersihkan material longsor yang menutupi jalur utama Puncak Bogor, 5 Februari 2018. Empat titik longsor di ruas jalan di Jalan Raya Puncak yaitu di seputaran Masjid Atta'awun, Riung Gunung, Grandhill, dan Widuri. ANTARA
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menilai kawasan Puncak hingga Cianjur merupakan kawasan konservasi dan harus terbebas dari pembangunan. Menurut BMKG, hal ini terjadi karena kondisi daya dukung lingkungannya sudah menurun.
Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG Guswanto di Cianjur, Senin, 8 April 2018, mengatakan longsor yang kembali terjadi di kawasan Puncak hingga Cianjur, karena masih berjalannya pembangunan di kawasan tersebut, sehingga menyebabkan alam tidak dapat menampung air lagi.
"Aliran air dalam, sudah tidak dapat menampung air hujan yang masuk langsung ke tanah karena aliran bagian permukaan yang lebih banyak tergerus sampai ke aliran dalam karena minimnya pohon penahan air yang berganti dengan bangunan," katanya.
Pihaknya meminta pemerintah daerah untuk menegakkan aturan dan melakukan kajian berapa besar daya tampung dan daya dukung dari perubahan yang disebabkan berdirinya bangunan serta mengembalikan fungsi wilayah konservasi sebagai kawasan hijau yang terbebas dari bangunan.
"Kita bisa sebut dengan berdirinya bangunan di wilayah konservasi sebagai penyebab utama terjadinya penggerusan di aliran air permukaan yang masuk langsung ke aliran air dalam yang sudah tidak dapat menampung air, sehingga menyebabkan terjadinya longsor di Puncak," kata pejabat BMKG itu.
Eko Wiwit, pemerhati lingkungan Cianjur, menilai longsor di beberapa titik di kawasan Hijau Bogor Puncak Cianjur (Bopuncur) termasuk di Puncak Pass, akibat ulah manusia yang tidak menghiraukan kondisi alam dan aturan yang telah dibuat.
"Kawasan hijau dan resapan air Bopuncur sudah diatur oleh payung hukum yang juga dibuat manusia tapi masih dilanggar. Di kawasan Puncak banyak mata air, baik air yang mengalir di permukaan tanah maupun air resapan di bawah permukaan yang keberadaannya mulai terancam fungsi ekologinya," kata Eko.
Kawasan Puncak adalah bagian penyangga ekologi yang harus lebih didominasi hutan lindung dan diperuntukkan sebagai kawasan pembangunan fisik terbatas. "Presiden pertama Republik Indonesia Ir Sukarno, lima tahun setelah kemerdekaan sudah memberikan pesan jelas di tugu yang dibuat pada 24 Maret 1955, dengan nama Kawasan Hutan Taruna Giri. Itu artinya kawasan Puncak sudah menjadi perhatian tokoh Indonesia jauh hari," katanya.
Saat ini, dia menambahkan, kawasan Puncak harus mulai dibenahi dengan cara menertibkan bangunan liar dan dibuat embung atau situ. Pembuatan embung itu untuk menampung air permukaan sehingga beban alam di kawasan tersebut berkurang dan mengembalikan Puncak sebagai kawasan konservasi. "Sudah cukup tutup mata semua pihak selama ini, segera lakukan restorasi kawasan Puncak menjadi kawasan fisik terbatas. Kembali ke aturan negara dan kearifan lokal, perbanyak penanaman pohon kembalikan kawasan sesuai fungsinya," katanya.