Kasus Rocky Gerung - Ade Armando, Usman Hamid Sebut Salah Kaprah
Reporter
Syafiul Hadi
Editor
Dwi Arjanto
Jumat, 13 April 2018 09:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai ada salah kaprah dalam membedakan antara ujaran kebencian dan kebebasan berpendapat terkait kasus pelaporan Rocky Gerung dan dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando.
"Seringkali batasan itu tidak digunakan untuk secara benar membatasi kebebasan berpendapat," ujar Usman Hamid melalui sambungan telepon kepada Tempo, Kamis, 12 April 2018 tentang kasus Rocky Gerung dan Ade Armando.
Baca :
Ini Omongan Rocky Gerung yang Dituding Ujaran Kebencian SARA
Menurut Usman Hamid, Undang-undang sebenarnya telah memberi batas yang jelas mengenai ujaran kebencian. Hal itu, kata dia, sesuai dengan hukum internasional. "Yaitu misalnya batas-batas ujaran kebencian hasutan untuk melakukan seperti propaganda perang salah satunya," kata Usman Hamid lagi.
Sebelumnya, Rocky Gerung dilaporkan atas ungkapannya dalam acara diskusi Indonesia Lawyers Club yang diselenggarakan sebuah stasiun televisi swasta nasional pada Selasa, 10 April 2018. Ketua Cyber Indonesia, Permadi melaporkan Rocky karena menyebutkan "kitab suci adalah fiksi" ke Polda Metro Jaya, Rabu, 10 April 2018.
Sedangkan Ade Armando dilaporkan oleh pengacara Denny Andrian Kusdayat ke Polda Metro Jaya atas dugaan penistaan agama pada Rabu, 11 April 2018. Unggahan Ade yang dipersoalkan itu berbunyi "Azan tidak suci, azan itu cuma panggilan salat. Sering tidak merdu. Jadi, biasa-biasa sajalah".
Sayangnya, ujar Usman Hamid, hal tersebut justru tak digunakan dalam melihat batas ujaran kebencian. Sebaliknya, ujaran kebencian secara general menggunakan agama atau isu moralitas. "Akibatnya adalah ada beberapa upaya yang cenderung untuk selalu mengkriminalisasi pandangan yang dianggap bernada menghina, menista, atau menodai agama," ucap Usman lagi.
Simak juga : Hendardi: Pelapor Rocky Gerung dan Ade Armando Lakukan Kriminalisasi
Usman Hamid mengatakan telah ada banyak kasus yang terjadi akibat ketidakmampuan melihat batas kebebasan berpendapat. Kasus Ade Armando, dan Rocky Gerung ini hanya merupakan contoh kecil dari hal tersebut. "Kasus Tempo, kasus Rocky, kasus Ade Armando, itu hanya kasus-kasus kecil saja di antara sekian banyak," tutur Usman Hamid.
Dalam hal kasus Rocky Gerung dan Ade Armando, Usman menambahkan, pemerintah sebaiknya kembali dalam batasan-batasan kebebasan berpendapat yang ditegaskan hukum internasional tentang hak asasi manusia. Batasan tentang ujaran kebencian ini, menurut dia, harus diperjelas dan dipertegas. "Dan dengan tidak terpengaruh pada kelompok-kelompok yang menggunakan agama dan moralitas untuk menyerang seseorang karena pendapatnya," demikian Usman Hamid.