Personel Brimob bersenjata lengkap berjaga di dalam ruang sidang saat terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman berbincang dengan pengacaranya dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 18 Mei 2018. Menurut Kapolres Jakarta Selatan, Komisaris Besar (Kombes) Indra Jafar, pihaknya menyiapkan empat ring pengamanan. TEMPO/Maria Fransisca Lahur
TEMPO.CO, Jakarta -Jaksa Penuntut Umum menjadikan sejumlah fakta persidangan menjadi pertimbangan tuntutan hukuman mati untuk pimpinan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Aman Abdurrahman.
Salah satu pertimbangan utama yaitu karena terdakwa menjadi tokoh penting bagi pengikutnya di Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Kami meminta agar majelis hakim menjatuhi pidana dengan pidana mati," kata Jaksa Anita Dewayani saat membacakan berkas tuntutan di ruang Oemar Seno Adjie, Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 18 Mei 2018.
Melalui buku seri materi tauhid yang ditulisnya, Aman Abdurahman yang disebut sebagai pimpinan ISIS Indonesia ini, dinilai berani menyampaikan pemahaman berbeda soal tauhid oleh para pimpinan JAD di berbagai wilayah di Indonesia.
Dalam buku itu, Aman Abdurahman menulis bahwa demokrasi dan seluruh orang yang menganut demokrasi adalah orang kafir karena tidak mengacu pada sistem hukum milik Allah SWT. Walhasil, masyarakat dan pemerintahan Indonesia yang menerapkan demokrasi layak untuk dibenci.
"Dianggap kafir, halal darah dan wajib diperangi," kata Jaksa Anita.
Puncak dari ajaran Aman Abdurrahman ini adalah sejumlah aksi teror dan bom yang dilakukan pengikut Aman. Kepada pengikutnya, Aman meminta mereka melakukan amaliah sesuai perintah pimpinan ISIS Abubakar Al-Baghdadi.
Berdasarkan pertimbangan itu, terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman alias Oman Rochman resmi dituntut hukuman mati. Tuntutan terhadap pimpinan organisasi teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu dibacakan pada hari ini dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dijaga ratusan personel kepolisian dan TNI.