Mafia Tanah Aset DKI, Daftar Lahan yang Hilang dan Terancam Lepas
Reporter
Gangsar Parikesit
Editor
Untung Widyanto
Sabtu, 8 September 2018 08:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lahan seluas 178.987 meter persegi (17,89 ha) yang pernah tercatat milik pemerintah DKI Jakarta akhirnya terlepas, setelah kalah di pengadilan. Kasus yang diduga karena permainan mafia tanah itu terjadi pada kurun waktu 2008-2016.
Kasus teranyar adalah sengeketa tanah seluas 2,9 hektare yang sekarang berdiri di atasnya kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Jakarta Timur di Kebon Nanas, Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur.
Baca juga: Kasus Mafia Tanah Aset DKI Jakarta, Begini Pengakuan Tersangka
Polisi menetapkan delapan orang sebagai tersangka pemalsuan surat-surat kepemilikan aset tanah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kedelapan orang itu diduga mafia tanah karena menggunakan surat-surat itu untuk menggugat DKI. Pengadilan tingkat pertama bahkan telah memenangkan mereka.
Penetapan tersangka dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Para tersangka itu sebelumnya mengaku sebagai ahli waris atas tanah seluas 2,9 hektare yang sekarang berdiri di atasnya kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Jakarta Timur di Kebon Nanas, Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur.
“Jadi ada delapan tersangka, yakni Sudarto dan tujuh orang yang mengaku sebagai ahli waris dari U,” kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu 5 September 2018.
Berikut data kasus mafia tanah yang Tempo himpun terkait dengan kasus yang masih berlangsung di kepolisian, aset tanah yang masih dalam gugatan di pengadilan dan aset tanah DKI Jakarta yang telah hilang.
<!--more-->
Kasus Lahan Kantor Samsat Jakarta Timur di Kebon Nanas.
Polda Metro Jaya telah menetapkan tujuh tersangka yang mengaku ahli waris atas tanah seluas 2,9 hektare, yang sekarang berdiri kantor Samsat Jakarta Timur.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi menceritakan riwayat tanah yang dimaksud yang pernah dibebaskan oleh seorang bernama Johnny Harry Soetantyo pada April 1985. Sertifikat hak pakai tanah itu lalu tercatat milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 1992.
Sudarto dkk menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 2014. Mereka mengklaim sebagai ahli waris tanah dari seorang bernama Ukar alias Kardi, pemilik tanah tersebut.
Baca juga: Tersangka Mafia Tanah Aset DKI, Uang Rp 340 Miliar di Depan Mata
Ade memaparkan, penggugat menyerahkan bukti di persidangan berupa sertifikat hak milik serta akta jual beli ahli waris dengan pemilik lama. Pengadilan Negeri Jakarta Timur lalu memenangkannya dan meminta DKI membayar kerugian sebesar Rp 340 miliar dalam vonis pada 2015. Pemerintah DKI saat ini dalam proses banding atas putusan tersebut.
Menurut Ade, dalam persidangan di PN Jakarta Timur itu, Badan Pertanahan Nasional Jakarta sebenarnya telah menyangkal menerbitkan sertifikat hak milik para penggugat. Ini yang mendorong penyelidikan polisi.
“Dasar gugatan adalah sertifikat hak milik yang diduga palsu dan sudah dinyatakan palsu oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta,” kata Ade.
Dari serangkaian pemeriksaan yang sudah dilakukan sejak tahun lalu itu Ade menyatakan menjerat para tersangka dengan Pasal 263, 264, dan 266 juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka terancam hukuman enam tahun penjara.
<!--more-->
Kasus Lahan DKI yang Telah Lepas atau Hilang
Biro Hukum Provinsi DKI Jakarta mendata pada periode 2008-2016, ada lahan seluas 178.987 meter persegi (17,89 ha) yang pernah tercatat milik pemerintah DKI Jakarta akhirnya terlepas setelah pemerintah kalah di pengadilan. Berikut ini data lahan yang berpindah tangan tersebut:
- 11.682 meter persegi tanah Dinas Kebersihan di Jalan Bintaro Puspita, Jakarta Selatan
- 2.236 meter persegi tanah dan bangunan di Jalan Juanda III, Jakarta Pusat
- 4.500 meter persegi tanah dan gedung Kwartir Cabang Pramuka Jakarta Timur, Jalan Setu
- 872 meter persegi tanah di Jalan Paninggaran Barat I, Jakarta Selatan
- 3.910 meter persegi gedung sekolah dasar dan tanah di Jalan Raya Bogor Kilometer 27, Jakarta Timur
- 8.061 meter persegi tanah di Kelurahan Pondok Kelapa, Jakarta Timur
- 146.629 meter persegi tanah di Kelurahan Meruya Selatan dan Joglo, Jakarta Barat
- 1.097 meter persegi tanah di Jalan Balai Pustaka Baru I, Jakarta Timur
Jadi dalam jangka waktu 8 tahun lahan 178.987 meter persegi (17,89 ha) yang awalnya tercatat milik pemerintah DKI Jakarta akhirnya lepas yang diduga dilakukan oleh mafia tanah.
Simak juga: Kata Ahok, DKI Kalah di Pengadilan karena Mafia Tanah
<!--more-->
Kasus Lahan DKI yang Terancam Lepas
Berdasarkan catatan Biro Hukum Provinsi DKI Jakarta, setidaknya masih ada 22 bidang tanah lain yang sedang digugat ke pengadilan. Sebagian tanah tersebut terancam lepas karena pernah kalah di pengadilan negeri, banding, atau kasasi.
Berikut ini beberapa di antaranya:
- 96.000 meter persegi tanah Dinas Kelautan dan Perikanan, Cengkareng, Jakarta Barat
- 32.470 meter persegi tanah Dinas Kelautan dan Perikanan di Puri Kembangan Raya, Jakarta Barat
- 250.000 meter persegi tanah untuk Waduk Situ Rawa Rorotan, Jakarta Timur
- 16.850 meter persegi tanah fasilitas umum/fasilitas sosial di Kampung Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur
- 27.510 meter persegi tanah dan bangunan Samsat Jakarta Timur di Jalan D.I. Panjaitan
- 38.029 meter persegi tanah kewajiban fasilitas umum/fasilitas sosial pembangunan jalan tol JORR, Jakarta Selatan
- 44.822 meter persegi tanah dan bangunan Rumah Susun Marunda, Jakarta Utara
Simak juga: Ahok Curigai Mafia, DKI Beli Tanah Rp 648 M Punya Sendiri
Puluhan kasus tersebut kini dihadapi Pemerintah DKI Jakarta. Mafia tanah diduga bermain dalam sejumlah kasus.
AVIT HIDAYAT | LANI DIANA | TIM INVESTIGASI TEMPO