Puluhan warga berunjuk rasa di depan Balai Kota meminta Anies Baswedan tetap menjadi Gubernur DKI Jakarta dan tidak maju di Pilpres 2019, Senin, 23 Juli 2018. Tempo/M Yusuf Manurung
TEMPO.CO, Jakarta – Anggaran perekrutan pendamping untuk Rembuk RW dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang diusulkan Gubernur Anies Baswedan dinilai pemborosan. Selain pendampingan itu sendiri diragukan akan efektif menjawab permasalahan.
“Urgensinya itu bukan pendamping, tapi bagaimana program yang dibuat RW bisa masuk APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah),” kata Direktur Centre For Budget Analysis Uchok Sky Khadafi ketika dihubungi, Sabtu 8 September 2018.
Menurut Uchok, masalah yang selama ini dihadapi oleh RW yakni usulan mereka dalam Musrenbang kerap ditolak saat dibawa ke tingkat kecamatan dan kelurahan. Apa yang harus dilakukan Pemerintah DKI, kata Uchok, cukup memastikan usulan RW diterima dan dianggarkan dalam APBD DKI.
Uchok menyatakan tidak sepaham dengan pendapat Pelaksana tugas Kepala Bappeda DKI Subagiyo bahwa pendamping diperlukan karena biasanya dalam Musrenbang, usul dari RW belum matang. Kehadiran pendamping nantinya disebut juga akan membantu melihat usul RW dengan survei ke lapangan.
Sebaliknya, Uchok berpendapat, RW punya kemampuan membuat usulan. Jika memerlukan bantuan, kata Uchok, Bappeda dapat memberikannya, tanpa harus membuat pendamping. "Mereka sudah bisa sendiri kok," katanya.
Seperti diketahui anggaran pendampingan Rembuk RW dan Musrenbang senilai Rp 1,6 miliar telah diketok dalam rapat Badan Anggaran DPRD DKI Jumat 7 September 2018. Usul anggaran itu sempat didrop dan diusulkan kembali beberapa kali hingga akhirnya diterima DPRD.
Rapat Badan Anggaran itu disendiri digelar untuk pembahasan plafon APBD Perubahan 2018. Anggaran pendampingan Rembuk RW dan Musrenbang diusulkan menindaklanjuti Anies Baswedan yang menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 81 Tahun 2018 tentang Satuan Biaya Khusus untuk Kegiatan Rembuk Rukun Warga dan Musrenbang dalam Rangka Penyusunan RKPD.