Kondisi bawah air di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, di lokasi ditemukannya puing-puing pesawat Lion Air JT 610. Tim Basarnas menyelam di kedalaman 30-35 kilometer untuk mencari lokasi bangkai pesawat yang jatuh pada Senin, 29 Oktober 2018. Foto: Dokumentasi Basarnas Jawa Barat
TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Harvino, kopilot Lion Air yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Senin pagi 29 Oktober 2018, pernah dilarang ayahnya menjadi pilot pesawat terbang. Kisah ini diceritakan adik Harvino, Vinni Wulandari, saat ditemui di rumah duka di kompleks perumahan Serpong Green Park 2, Tangerang Selatan.
Vinni mengisahkan kalau mereka tiga bersaudara yang kini telah ditinggal wafat kedua orang tua. "Awalnya kakak saya dilarang menjadi pilot tetapi dia memang cita-citanya begitu ya sudah menjadi pilot,” kata Vinni, Senin siang 29 Oktober 2018.
Sebelum menjadi pilot, kata Vinni, kakaknya sempat bekerja sebagai petugas Air Traffic Control (ATC) di Angkasa Pura I. Harvino lalu bergabung dengan Lion Air sejak sekitar lima tahun lalu.
Vinni Wulandari menunjukan foto kakaknya, Harvino, Co-Pilot Lion Air JT 610. Tempo/Muhammad Kurnianto
"Kita orang tua sudah tidak ada, tapi waktu itu ayah pernah bilang kalau Harvino tidak usah menjadi pilot karena nanti meninggalnya tidak tahu dimana," katanya.
Harvino menjadi korban Lion Air jatuh bersama enam awak lainnya dan 181 penumpang. Pesawat Lion Air JT 610 itu menerbangi rute Jakarta-Pangkalpinang ketika hilang kontak beberapa saat setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.
BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki
6 hari lalu
BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki
Kepala Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan pada BRIN Arywarti Marganingsih mengatakan perumahan Puspitek, Serpong, tak bisa jadi hak milik.