Polisi Bantah Pengusutan Kasus Novel Baswedan Lambat

Sabtu, 22 Desember 2018 07:14 WIB

Penyidik KPK Novel Baswedan melihat layar yang menunjukkan jam hitung sejak penyerangan terhadap dirinya, di gedung KPK, Selasa, 11 Desember 2018. Jam tersebut merupakan penanda belum terungkapnya kasus penyiraman air keras yang dialami Novel pada 11 April 2017. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Polisi membantah pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan lambat. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan cepat tidaknya pengusutan kasus tergantung fakta di lapangan.

Baca: KPAI: Kasus Novel Baswedan Menginspirasi Tawuran Pakai Air Keras

"Penanganan kasus itu tergantung dari hasil di lapangan," ujar Argo di kantornya pada Jumat, 21 Desember 2018.

Argo mengatakan hingga saat ini tim penyidik masih terus bekerja dengan metode deduktif dan induktif. Ia pun membandingkan kasus Novel dengan kasus-kasus lain yang belum terungkap.

"Seperti ada bom molotov di Kedutaan Myanmar juga sampai sekarang belum terungkap. Beberapa kasus pembunuhan juga belum terungkap," kata dia.

Sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menilai kerja tim pengungkap kasus Novel dari Polda Metro Jaya lambat. Sejak 11 April 2017 hingga saat ini, polisi tak juga berhasil mengungkap pelaku penyerangan Novel.

"Sampai saat ini, kejahatan yang dialami (Novel) belum terungkap, belum ada satu pun pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka. Komnas HAM menyimpulkan bahwa tim Polda bekerja terlalu lama," ucap Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Sandrayati Moniaga, Jumat.

Penyidik KPK Novel Baswedan diserang dua orang tak dikenal yang menyiramkan air keras ke arah mukanya pada April 2017. Akibatnya, kedua mata Novel mengalami kerusakan serius.

Mata kiri Novel mengalami kerusakan 95 persen. Ia sempat dirawat di Singapura berbulan-bulan sejak kejadian itu dan baru kembali ke Indonesia pada 22 Februari 2018. Novel kembali aktif bekerja di KPK pada 27 Juli 2018.

Setelah lebih dari setahun, polisi belum juga bisa menangkap pelaku penyerangan Novel. Karena itu, Komnas HAM mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membentuk tim gabungan pengungkap fakta peristiwa dan pelaku penyiraman air keras kepada Novel.

"Tim gabungan terdiri dari Polri, KPK, tokoh masyarakat, pakar, dan pihak lain yang dibutuhkan," kata Sandrayati.

Baca: 397 Orang Melapor, Polisi Belum Temukan Penyiram Novel Baswedan

Advertising
Advertising

Komnas HAM juga meminta KPK melakukan langkah-langkah hukum atas penyerangan Novel Baswedan tersebut, dan juga mengembangkan sistem keamanan bagi seluruh jajaran KPK. "Kepada Presiden Joko Widodo, awasi pelaksanaan terbentuknya tim gabungan oleh Kapolri," ucap Sandrayati.

Berita terkait

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

3 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Catat 5 Nomor WA Ditlantas Polda Metro Jaya yang Mengirimkan Bukti Surat Tilang

18 jam lalu

Catat 5 Nomor WA Ditlantas Polda Metro Jaya yang Mengirimkan Bukti Surat Tilang

Ditlantas Polda Metro Jaya mengirimkan bukti surat tilang ke pelanggar lalu lintas melalui lima nomor Whatsapp.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

2 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

Kasus Mayat dalam Koper, Pelaku dan Korban Sempat Bertemu di Kantor Sebelum ke Hotel

2 hari lalu

Kasus Mayat dalam Koper, Pelaku dan Korban Sempat Bertemu di Kantor Sebelum ke Hotel

Polisi menyatakan kronologi kasus mayat dalam koper bermula ketika pelaku bertemu korban di kantor.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Kasus Mayat dalam Koper, Pelaku Pakai Uang Kantor Sebesar Rp 7 Juta

2 hari lalu

Kasus Mayat dalam Koper, Pelaku Pakai Uang Kantor Sebesar Rp 7 Juta

Pelaku kasus mayat dalam koper gunakan uang kantornya sebesar Rp 7 juta untuk kabur.

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

2 hari lalu

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

Komnas HAM Papua berharap petugas keamanan tambahan benar-benar memahami kultur dan struktur sosial di masyarakat Papua.

Baca Selengkapnya