5 Fakta Drama Eksekusi Buni Yani Berujung di Lapas Gunung Sindur
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Dwi Arjanto
Sabtu, 2 Februari 2019 12:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Terpidana UU ITE Buni Yani akhirnya menyerahkan diri untuk dieksekusi Kejaksaan Negeri Kota Depok pada Jumat malam, 1 Januari 2019.
Buni Yani dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara lantaran didakwa mengedit potongan video Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok ketika masih menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Baca : Buni Yani Sebulan Sebulan Huni Blok Mapenaling di Lapas Gunung Sindur
Buni didakwa mengedit video berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik itu menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016. Akibat unggahan potongan video yang dilakukan Buni terjadi gelombang unjuk rasa besar menuntut Ahok dipenjara. Sebabnya, Ahok dituduh menistakan agama karena menukil ayat di surat Al Maidah di dalam video itu.
Ahok pun akhirnya divonis bersalah dan dihukum penjara selama 2 tahun. Sedangkan,Buni dilaporkan ke polisi atas unggahan video tersebut.
Buni dinyatakan bersalah telah mengubah video pidato Ahok, di Kepulauan Seribu. Pengadilan Negeri Bandung memvonisnya 18 bulan penjara pada 14 November 2017.
Atas vonis tersebut Buni Yani kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Namun PT Jawa Barat menguatkan vonis Buni Yani di PN Bandung. Dia kemudian mengajukan kasasi ke MA, namun ditolak pada 24 November 2018.
Simak : Buni Yani Dieksekusi, Fadli Zon: Hukum Tajam ke Lawan-lawan Politik
Buni Yani didakwa pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal itu mengatur soal orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, dan menyembunyikan suatu inforamsi elektronik.
<!--more-->
"Saya tidak melakukan apa yang dituduhkan mereka," kata Buni Yani di dalam Masjid Albarkah As Syafi'iyah seusai salat Jumat, 1 Februari 2019.
Tempo menghimpun sejumlah fakta terkait proses hukum Buni Yani yang menolak diseksekusi hingga akhirnya menyerahkan diri ke Kejari Kota Depok tadi malam:
1. Menolak Dieksekusi
Buni Yani meminta Kejari Kota Depok tidak mengeksekusinya pada Jumat, 1 Februari 2019. Alasannya, Buni masih menunggu fatwa Mahkamah Agung yang diajukan pengacaranya terkait dengan ada atau tidak perintah penahanannya.
"Kami minta agar jaksa itu tidak melakukan penahan dulu sebelum ini jelas," kata Buni.
Menurut Buni, dirinya belum bisa ditahan lantaran putusan MA yang menolak kasasinya belum jelas. Apalagi, kata dia, MA juga menolak kasasi yang diajukan penuntut umum dalam kasus ini. "Dua-duanya ditolak. Kalau main catur ini remis."
Kata Buni, dalam kasus ini, MA menyatakan dirinya mesti membayar uang perkara Rp 2.500. Sedangkan, instruksi untuk penahanan fisiknya tidak ada. "Saya menunggu fatwa MA apakah harus menjalani penahanan atau tidak," ucapnya.
2. Ajukan Penangguhan Penahanan
Buni Yani sempat mengajukan penangguhan penahanan menanggapi rencana eksekusi Kejari Kota Depok. Alasan Buni Yani mengajukan penangguhan karena ia menilai langkah Kejaksaan mengeluarkan keputusan eksekusi kabur dan tak berdasar hukum.
<!--more-->
Menurut Buni, putusan kasasi yang dikeluarkan Mahmakah Agung sama sekali tidak memuat narasi soal penahanan. "Bunyi dari putusan itu enggak ada soal penahanan badan bahwa saya masuk penjara," kata Buni.
3. Minta Saran Kiai
Kejari Kota Depok telah menyambangi rumah Buni Yani di Depok, Jawa Barat, Jumat kemarin, untuk mengeksekusinya. Namun, Buni tidak ada tidak ada di rumahnya.
Mangkir dari eksekusi, Buni terlihat mengunjungi mendatangi kediaman Kiai Abdul Rasyid Abdullah Syafi'ie di Jalan Albarkah, Tebet, Jakarta Selatan, Senin, 1 Februari 2019. Buni Yani datang didampingi penasehat hukumnya Aldwin Rahadian ke rumah pimpinan pondok pesantren As Syafi'iyah itu.
"Saya datang untuk mendengarkan nasihat guru kami, apa yang seharusnya saya lakukan," kata Buni di Masjid Albarkah As Syafi'iyah, Jumat, 1 Februari 2019.
Menurut Buni, saran dan pendapat ulama seperti Kiai Abdul sangat dibutuhkan. Bahkan, Buni juga telah meminta saran ke pimpinan dewan, yakni Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon terkait dengan kasus yang sedang menderanya. "Harus seperti apa saya menghadapinya," ujarnya. "Saya mohon bimbingannya."
4. Sumpah Tak Edit Video
Buni bersumpah muhabalah bahwa dirinya tidak mengedit video potongan video Ahok. "Ya Alloh berikan saya azab sebesar-besarnya. Dan abadi di neraka jika saya mengedit video itu," doanya.
<!--more-->
Namun, jika sebaliknya, Buni berdoa agar orang yang menuduhnya terkena azab. "Kepada para buzzer, pendukung Jokowi, pendukung Ahok, polisi, jaksa dan juga hakim. Saya sudah lebih berkali kali melakukan (sumpah muhabalah) itu. Dan itu sudah katakan berulang kali untuk mengetuk hati mereka bahwa saya tidak melakukan apa yang dituduhkan mereka."
Buni menyatakan bakal menerima eksekusi yang akan dilakukan kejaksaan jika MA telah mengeluarkan fatwa untuk penahanan. "Putusan MA yang menolak kasasi saya tidak ada perintah penahanan," ucapnya. "Saya juga tidak akan ke mana-mana."
5. Serahkan Diri ke Kejari Depok
Buni Yani akhirnya menyerahkan diri ke Kejari Kota Depok pada Jumat malam, 1 Januari 2019. Buni bakal menghuni Blok Mapenaling di Lapas Gunung Sindur selama sebulan.
Kepala Lapas Kelas III Gunung Sindur, Sopiana mengatakan, Buni Yani tiba sejak Jumat malam 1 Februari 2019 sekitar pukul 22.00.
Baca juga :
Jalani Eksekusi dan Dijebloksan ke Penjara, Ini Kata Buni Yani
“Seperti terpidana yang baru mendatangi Lapas, Buni Yani diletakkan dulu di blok sementara di blok Mapenaling (Masa Pengenalan Lingkungan),” kata Sopiana saat dikonfirmasi Tempo, Jumat 1 Februari 2019.
Sopiana mengatakan, Buni Yani akan mendekam bersama 27 terpidana lainnya di blok Mapenaling selama kurang lebih 1 bulan.
“Sambil kita lihat dan evaluasi kondisi beliau, kalau hasil evaluasi baik dan sehat, maka hak dan kewajiban beliau akan kita samakan dengan narapidana lain,” kata Sopiana soal kedatangan Buni Yani.
IMAM HAMDI | ADE RIDWAN