Pungutan untuk Sertifikat Jokowi, BPN Tepis Semua Alasan Lurah
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Zacharias Wuragil
Kamis, 7 Februari 2019 13:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menampik sejumlah alasan penahanan sertifikat tanah yang telah dibagikan secara simbolis oleh Presiden Joko Widodo. Dipastikan bahwa setiap setelah pembagian oleh Jokowi, seluruh sertifikat sudah siap dan bahkan telah diserahterimakan.
Baca berita sebelumnya:
100 Warga Grogol Utara Belum Terima Sertifikat Gratis dari Jokowi
Kepala Bagian Humas Harison Mocodompis menyatakan itu menanggapi sejumlah alasan dari Lurah Grogol Utara, Jumadi, tentang kenapa sekitar 100 warganya belum memegang sertifikat tersebut. Padahal 100 orang itu menjadi peserta program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang pembagian seertifikatnya telah dilakukan Jokowi pada 23 Oktober 2018.
"Pembagian sertifikat dari Presiden kan langsung ke yang bersangkutan. Bahkan sejak warga masih di bus rombongan menuju acara pembagian, sertifikat sudah di tangan mereka," kata Harison menerangkan saat ditemui Tempo di Hotel Shangri-La, Rabu sore, 6 Februari 2019.
Lurah Jumadi sebelumnya mengungkap bahwa sekitar 100 sertifikat milik warganya belum diberikan karena beberapa faktor. Pertama, Jumadi mengatakan banyak sertifikat salah ketik nama. Kedua, sejumlah penerima ternyata masih bersengketa soal ahli waris.
Baca berita sebelumnya:
Ada Pungutan Rp 3 juta di Pembagian Sertifikat Gratis Jokowi
Alasan ketiga, status tanah penerima ialah eks desa. Khusus soal ini, Jumadi merujuk kepada Peraturan Gubernur Nomor 239 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengelolaan Tanah Eks Desa bahwa warga harus membayar pajak restribusi dulu.
<!--more-->
"Sesuai Pergub tersebut, pajak yang harus dibayarkan warga ialah 25 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) dikalikan dengan luas lahan tanah," katanya saat dihubungi, Rabu.
Baca juga:
Hujan, Pembagian Sertifikat Tanah Jokowi dan Anies Kebanjiran
Jumadi mengatakan, seluruh berkas sertifikat itu masih dibawa dan rencanan akan diurus oleh kelompok masyarakat sadar sertifikat. Di antaranya diduga adalah milik Naneh (60), warga RT 2 RW 5, yang mengaku telah membayarkan uang Rp 3 juta ke pengurus lingkungan setempat.
Harison menegaskan, sertifikat tanah yang sudah diterbitkan BPN adalah sepenuhnya hak warga dan tidak seharusnya tertahan lagi di kelompok-kelompok masyarakat. Dia menyarankan warga bersangkutan langsung mengurus sendiri jika memang ada yang harus dikoreksi dari sertifikat tanahnya itu.
Harison mengakui ada kasus salah ketik seperti yang disebut Jumadi tapi dipastikan jumlahnya kecil sekali. Sedang persoalan sengketa dan status hak atas tanah yang tidak sesuai dianggap mengecilkan pekerjaan petugas BPN di lapangan. Sebab, sertifikat yang diterbitkan BPN bukan dokumen sembarangan karena sudah melalui sejumlah tahap prasertifikasi.
Baca:
Sertifikat Gratis dari jokowi, Pak RT: Uang Lelah Rp 3 juta
"Proses sertifikat kan bukan proses abal-abal," katanya sambil menambahkan, "Untuk mengganti subjek dan objek yang tertera di sertifikat, sama sulitnya dengan membuat dari awal. Jadi BPN keluarkan tak sembarangan."