Kisah Caleg DPRD DKI: Tak Bagikan Amplop Dibilang Pelit
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 8 April 2019 21:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Disebut caleg pelit menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Permaswari Wardani, 38 tahun. Calon anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu mendapat julukan itu menyapa warga di daerah pemilihannya di bilangan Jakarta Selatan.
Baca:
Caleg DPRD DKI Dicoret Karena Cara Kampanye, Siapa Saja Mereka?
Imas, sapaan Permaswari, adalah caleg muda dari partai yang juga baru. Lulusan Jurusan Arsitektur, Universitas Trisaksi, yang kini beranak tiga itu mengaku syok sekaligus prihatin. Tidak sedikit masyarakat dinilainya masih menganggap caleg sebagai mesin ATM berjalan.
"Saat pertama mengunjungi warga banyak yang tanya, 'mana nih hepeng (duit)?' Saya caleg yang tidak punya modal untuk bagi-bagi uang," kata Imas saat ditemui di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, pada sebuah sore akhir Maret 2019.
Imas menuturkan telah terjun ke tengah masyarakat dan berkampanye sejak September tahun lalu. Saat awal kampanyenya itu, dia hanya membagikan kartu nama dengan kontak pribadi dan brosur berisi visi misinya.
Cara kampanye itu tak mendapatkan sambutan positif. Tak jarang dia malah menerima cibiran. Hanya karena Imas dianggap tak bisa memberi amplop, sembako atau bingkisan, seperti yang diharapkan warga.
"Saya sampai tidak bisa tidur memikirkan hal itu. Dibilang pelit, tidak bisa ngasih apa-apa kepada mereka," ujarnya.
Baca berita sebelumnya:
Pemilu Kurang 10 Hari, KPU Coret 5 Caleg DPRD DKI
Menurut dia, jika permintaan warga itu dituruti, setiap caleg harus mempunyai modal besar. Hal itu berpotensi menimbulkan sikap koruptif pada caleg yang terpilih.
Caleg bermodal besar, kata dia, bakal berupaya mengembalikan uang yang telah dikeluarkannya. Belum lagi, menurut Imas, mereka juga akan mencari modal untuk kampanye agar terpilih di periode lima tahun berikutnya.
<!--more-->
"Pendidikan politik harus disampaikan kepada masyarakat," ujarnya. "Jangan sampai pemilih juga tergoda dengan politik uang."
Melihat sebagian karakter pemilih yang masih berharap pemberian, Imas yang bermodal cekak pun memutar otak. Berbekal keahliannya, dia lalu menggambar. Imas membuat komik.
Baca:
Caleg, Anak Wali Kota Bekasi Yakin Dapat Kursi DPRD Jabar
Komik itu menjadi sarana untuk menjelaskan dilema masyarakat yang ditemuinya di lapangan dan janji solusi yang ditawarkan. Sejak Januari lalu, Imas mulai berkampanye menggunakan komik kepada masyarakat.
Imas membagikan komik itu kepada warga yang dikunjunginya dari pintu ke pintu. Menurut dia, karyanya itu cukup efektif digunakan untuk kampanye dan bisa diterima.
Komik juga dibantu dibagikan lewat media sosial. Itu menolongnya menghemat biaya. Kata Imas, cara kampanyenya dengan menggunakan komik sangat hemat biaya. Terhitung sejak awal kampanye sampai sekarang ia baru menghabiskan uang Rp 20 juta.
"Sebagian uang itu juga bantuan dari kerabat dan teman-teman yang mendukung saya," katanya.
Baca:
Mandala Shoji Ajukan Banding Atas Dua Vonis Langgar Aturan Pemilu
Dalam komik itu, Imas menumpahkan semua unek-unek yang ada di pikirannya terkait permasalahan di ibu kota dan memberi solusinya. Imas juga menjelaskan bahaya money politik di komiknya.
"Saya ceritakan apa yang menjadi kegelisahan di komik itu. Termasuk disebut pelit oleh warga," ucap caleg berhijab dan berkaca mata itu nyengir.