PN Jakbar Telisik 12 Rumah Dinas TNI di Kompleks Hankam Slipi
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Dwi Arjanto
Rabu, 10 April 2019 09:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menggelar persidangan setempat terkait dengan perkara gugatan perdata rumah dinas TNI di Komplek Hankam Slipi, Jakarta Barat, Selasa, 9 April 2019.
Hakim Rustiono mengatakan datang untuk melihat 12 rumah warga yang menggugat ke Pengadilan PN Jakarta Timur dengan nomor 258/PDT.G/2018/PN.Jkt.Tim.
Baca : Kisruh Penggusuran Rumah, Warga Laporkan TNI ke Komnas HAM
"Kami majelis terdiri dari tiga orang mau melihat objek yang bersengketa sesuai surat yang diajukan PN Jakarta Timur ke PN Jakarta Barat," kata Hakim saat meninjau rumah dinas TNI di Komplek Hankam Slipi, yang disengketakan.
Saat sampai di Kompleks Hankam, Rustiono langsung mengabsen para penggugat dan tergugat. Adapun tergugat adalah Pangdam Jaya/Jayakarta, KASAD, Panglima TNI, Komandan
Denma Mabes TNI Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Setelah seluruh penggugat dan tergugat hadir, Rustiono langsung mendata 12 rumah warga yang disengketakan warga. Setelah memeriksa objek yang sengketakan, majelis hakim tidak menemukan adanya perbedaan data dari penggugat maupun tergugat.
"Kami sudah selesai melaksanakan pemeriksaan setempat. Tidak ada perbedaan, sesuai alamat yang ada di gugatan."
Rustiono menuturkan setelah peradilan setempat diselesaikan hari ini, PN Jakarta Barat akan menyerahkan hasil pemeriksaan ke PN Jakarta Timur. "Selanjutnya nanti sampai persidangan selanjutnya kami tidak tahu. Karena kewenangannya ada di PN Jakarta Timur," ujarnya.
Koordinator penggugat Aa Auliasa Ariawan mengatakan saat ini 12 warga mempertahankan rumah mereka yang diklaim sebagai rumah dinas TNI. Menurut Auliasa, rumah 12 warga yang menggugat bukan rumah dinas TNI.
Baca : Pengosongan Rumah Kodam Ricuh, Ibu Sepuh Pingsan
Para penggugat tersebut adalah Aa Auliasa Ariawan, Hendra Ardiwiata, Elsie Priyantini, Ambar Pratoto, Bintang Suryandaru Risakotta, Satrio Wibowo, Olga Ch Jafar, Sihol Halomoan, Riyanda Taswar, Chaeriyah, Inne Augustina Singawiria dan Armanto Joedono. "Pembangunan rumah di lingkungan TNI mempunyai sejarahnya masing-masing," ucapnya.
<!--more-->
Auliasa menjelaskan pembangunan Komplek Hankam Slipi telah dimulai sejak tahun 1966. Pembangunan rumah itu seiring dengan adanya perintah Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad) kepada seluruh prajurit TNI tidak boleh lagi tinggal di hotel atau losmen.
Setelah keluarnya kebijakan itu, kata dia, seluruh prajurit TNI yang masih tinggal di hotel atau losmen diberikan dua pilihan, yakni menerima uang pesangong keluar hotel atau uang pesangon untuk dibangunkan rumah.
Orang tuanya Auliasa dan 11 orang tua penggugat lainnya memilih untuk dibangunkan rumah. Sedangkan, sebagian yang tinggal di hotel atau losmen ada yang memilih mengambil uang pesangon dan membangun sendiri rumah di tempat lain.
Uang pesangon yang diberikan pemerintah kepada anggota yang membangun rumah sendiri di luar Komplek Hankam sebesar Rp 750 ribu pada tahun 1969. "Yang mengambil pesangon membangun sendiri di luar komplek Hankam tidak ada masalah," ujarnya.
Sedangkan, saat ini rumah warisan dari orang tua Auliasa dan lainnya ingin diambil kembali oleh TNI karena diklaim sebagai rumah dinas. "Padahal rumah itu dibangun dari pesangon orang tua kami."
Auliasa menuturkan total ada 320 rumah di kawasan Komplek Hankam Slipi. Dari jumlah tersebut 34 di antaranya telah mendapatkan surat peringatan atau SP2 dari TNI untuk segera mengosongkan rumah.
Dari 34 yang mendapatkan SP2 tersebut, 22 rumah di antaranya saat ini telah diberi SP3. "Sebagian yang telah mendapatkan SP3 mengajukan telah mengajukan gugatan bersama kami," ucapnya.
Simak juga :
Tolak Pengosongan Rumah, Warga Kompleks Kodam Hadang Anggota TNI
Menurut dia, yang melakukan gugatan merupakan ahli waris yang telah yatim piatu yang rumahnya mau diambil alih TNI. Namun, warga melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan perdata di PN Jaktim sejak Mei 2018.
Dalam persidangan selama ini, TNI belum bisa membuktikan kepemilikan rumah dinas TNI yang mereka klaim. "TNI hanya bisa menunjukan bukti sertifikat hamparan lahan seluas 12,8 hektar atas milik mereka," ujarnya.