Soal Swastanisasi Air, KPK akan Kembali Bertemu dengan DKI

Rabu, 15 Mei 2019 19:38 WIB

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum DKI Jakarta saat jumpa pers mengenai penghentian swastanisasi air di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin, 11 Februari 2019. TEMPO/M Julnis Firmansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggelar pertemuan kembali dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setelah bulan Mei. Pertemuan itu merupakan lanjutan pertemuan pada Jumat, 10 Mei lalu yang membahas mengenai rencana DKI menghentikan swastanisasi air.

"Rencana pertemuan akan dilakukan setelah Mei 2019 ini. Saat ini, Tim KPK dari Direktorat Pengaduan Masyarakat dan Litbang sedang mencermati Informasi dan dokumen yang didapatkan sebelumnya," kata Juru bicara KPK Febri Yansyah dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 15 Mei 2019

Baca: Stop Swastanisasi Air, Anies: Palyja dan Aetra Tak Mampu

Pertemuan itu, menurut Febri, untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemprov DKI dalam usaha penghentian swastanisasi pengelolaan air bersih di Jakarta. Selain itu, KPK akan melakukan klarifikasi pengaduan masyarakat terkait dengan berakhirnya kontrak Pengelolaan air bersih antara PT PAM Jaya dengan PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2023.

Sebelumnya mewakili Pemprov DKI, Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum DKI Jakarta menyambangi Gedung KPK lima hari lalu. Pertemuan itu untuk memaparkan permasalahan penghentian swastanisasi air di Jakarta.

Advertising
Advertising

Menurut Sekretaris Provinsi DKI Jakarta Saefullah, yang juga merangkap Ketua Tim, dalam pertemuan itu pemerintah daerah menjelaskan bagaimana proses pengambilalihan pengelolaan air bersih dari pihak swasta. Tak hanya itu, pemda juga melaporkan apa yang sudah dilakukan untuk mengembalikan pengelolaan air dari swasta ke pemerintah.

Baca: Alasan Anies Libatkan KPK dalam Pengambilalihan Pengelolaan Air

Dari paparan tim tersebut, KPK mendapat informasi bahwa dampak privatisasi pengelolaan air bersih sejak tahun 1998 sampai dengan Desember 2016, telah membuat PD PAM Jaya membukukan kerugian Rp 1,2 triliun sedangkan laba yang dibukukan oleh pihak swasta Rp 4,3 triliun.

KPK menilai laba yang diperoleh pihak swasta ini dinilai berbanding terbalik dengan kinerja, target coverage area penyediaan air bersih dan produksi air untuk Jakarta, yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, KPK melihat salah satu penyebab rendahnya pendapatan PD PAM Jaya karena dari kerjasama terdapat beberapa klausul perjanjian yang memberatkan pemerintah, seperti misalnya kesepakatan IRR (Internal Rate of Return) 22 persen dan kewajiban pemerintah membayar defisit (shortfall).

Mengenai usaha penghentian swastanisasi air oleh Pemprov DKI melalui Head of Agreement dengan PT Aetra Air Jakarta dan PT Lyonnaise Jaya atau Palyja, KPK mengingatkan agar setiap klausul perjanjian yang dibuat dengan pihak swasta tidak melanggar peraturan dan harus memberi keuntungan maksimun dari aspek keuangan. Serta KPK mengingatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat DKI.

Berita terkait

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

13 jam lalu

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Berikut tugas dan fungsi Dewas KPK

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

14 jam lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

15 jam lalu

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

Sprindik Eddy Hiariej belum terbit karena Direktur Penyelidikan KPK Brijen Endar Priantoro tak kunjung meneken lantaran ada perintah dari Polri.

Baca Selengkapnya

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

16 jam lalu

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan telah melaporkan dugaan pelanggaran etik anggota Dewas KPK Albertina Ho sejak bulan lalu.

Baca Selengkapnya

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

17 jam lalu

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim informasi transaksi keuangan merupakan data pribadi yang bersifat rahasia.

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

1 hari lalu

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan laporan Nurul Ghufron tersebut murni pribadi.

Baca Selengkapnya

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

1 hari lalu

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Aktivis dan pengamat antikorupsi turut menanggapi fenomena seteru di internal KPK, Nurul Ghufron laporkan Albertina Ho. Apa kata mereka?

Baca Selengkapnya

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

1 hari lalu

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan laporan yang disampaikan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, masih ditindaklanjuti.

Baca Selengkapnya

Albertina Ho Tanggapi Pernyataan Nurul Ghufron soal Surat Edaran Dianggap Tak Berstatus Hukum

1 hari lalu

Albertina Ho Tanggapi Pernyataan Nurul Ghufron soal Surat Edaran Dianggap Tak Berstatus Hukum

"Ah biar sajalah. Kan Ketua PPATK sudah bilang, ada aturannya kan," kata Albertina Ho.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Mulai Sidang Etik Nurul Ghufron 2 Mei Mendatang karena Alat Bukti Sudah Cukup

1 hari lalu

Dewas KPK Mulai Sidang Etik Nurul Ghufron 2 Mei Mendatang karena Alat Bukti Sudah Cukup

Dewas KPK akan memulai sidang dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron soal penyalahgunaan wewenang dalam kasus korupsi di Kementan.

Baca Selengkapnya