Ani Hasibuan Sangkal Racun dan Pembantaian KPPS, Ini Jawab Polisi

Reporter

Antara

Sabtu, 18 Mei 2019 05:14 WIB

Akun Umi Saheera mengunggah sejumlah tangkapan layar situs media dan media sosial, disertai dengan narasi yang menuduh pemerintah melakukan pembantaian massal.

TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya menyatakan memberi ruang kepada Robiah Khairani Hasibuan atau lebih dikenal sebagai Dr Ani Hasibuan untuk mengklarifikasi isi artikel yang membuatnya menjadi obyek penyidikan polisi. Artikel yang dimaksud berjudul 'Dr. Ani Hasibuan SpS: Pembantaian Pemilu, Gugurnya 573 KPPS' dalam portal berita tamshnews.com.

Baca:
Ratusan Petugas KPPS Gugur, Ani Hasibuan Akan Gugat Media Ini

"Pastilah diberi ruang klarifikasi. Biar pun terlapor kan tetap punya hak, dan kami hargai hak-hak itu," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iwan Kurniawan, di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat malam, 17 Mei 2019.

Sebelumnya, Ani yang merupakan dokter spesialis syaraf membantah isi artikel di portal berita itu. Lewat kuasa hukumnya, Ani menyatakan tidak pernah memberi keterangan terkait 'Pembantaian KPPS di Pemilu' seperti dalam isi berita yang ditayangkan tamshnews.com 12 Mei lalu tersebut.

"Itu bukanlah pernyataan dari klien kami. Tapi media portal ini melakukan framing dan mengambil statement dari pernyataan beliau ketika wawancara di TvOne," ujar Amin Fahrudin, kuasa hukum Ani, kepada wartawan, di Mapolda Metro Jaya, Jumat siang.

Selain itu, Amin juga membantah kliennya pernah menyampaikan kalau kematian ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akibat senyawa kimia. Menurut Amin, kata racun pertama kali disinggung saat Ani bersama beberapa kelompok pemerhati pemilu lainnya tengah berdiskusi dengan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah.

Baca juga:
Petugas KPPS Meninggal, Ini Alasan Polisi Periksa Dr Ani Hasibuan

“Memang ada kelompok lain atau pelapor yang menyinggung soal racun tapi itu bukan statement dari Bu Ani,” kata dia.

Advertising
Advertising

Amin Fakhrudin, pengacara Dr Ani Hasibuan di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 17 Mei 2019. TEMPO/Adam Prireza

Iwan menanggapinya dengan mengatakan bahwa sanggahan tersebut bisa dibuktikan saat pemeriksaan Ani. Sang dokter sejatinya menjalaninya Jumat tapi meminta penjadwalan ulang dengan alasan sedang sakit.

Berdasarkan surat pemanggilan bernomor S.Pgl/1158/V/RES.2.5./2019/Dit Reskrimsus, Ani diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) dan/atau menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong.

Baca:
Soal KPPS Meninggal, Dr Ani Hasibuan Bantah Pernah Sebut Senyawa Kimia

"Ya nanti coba buktikan saja ya. Kan kami juga akan periksa saksi-saksi dan alat bukti, akan kita kumpulkan, kita analisis dan kita konsultasikan ke saksi ahli, ya nanti kita lihat saja," ujar Iwan.

Yang jelas, Iwan menambahkan, penyidik sudah menemukan unsur pidana dan menetapkan penanganan kasus pernyataan Ani Hasibuan naik ke tahap penyidikan. "Untuk pemanggilan selanjutnya kami koordinasikan dulu," ujar Iwan menambahkan.

ANTARA

Berita terkait

Ketua KPU Berterima Kasih ke KPPS karena Pinjamkan HP untuk Keperluan Negara

32 hari lalu

Ketua KPU Berterima Kasih ke KPPS karena Pinjamkan HP untuk Keperluan Negara

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengucapkan terima kasih kepada anggota KPPS dalam sidang sengketa hasil Pilpres di MK.

Baca Selengkapnya

4 Ikan Beracun yang Berbahaya jika Dikonsumsi

55 hari lalu

4 Ikan Beracun yang Berbahaya jika Dikonsumsi

Tak semua ikan bisa dimakan lantaran ada berbagai ikan yang mengandung racun dan mengakibatkan fatal bagi siapa pun yang mengonsumsinya.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tetrodotoxin, Racun Berbahaya pada Ikan Buntal

56 hari lalu

Mengenal Tetrodotoxin, Racun Berbahaya pada Ikan Buntal

Tidak hanya pada ikan buntal, tetrodotoxin juga ada pada katak, guritam, dan amfibi.

Baca Selengkapnya

Inilah 4 Ikan Paling Beracun di Dunia

57 hari lalu

Inilah 4 Ikan Paling Beracun di Dunia

Ikan stonefish, lionfish, pufferfish (buntal), dan surgeonfish dikenal karena racunnya mematikan.

Baca Selengkapnya

Ibu dan 2 Anak di Saparua Maluku Tewas Usai Konsumsi Ikan Buntal, Kenali Bahaya Racun Ikan Fugu Ini

58 hari lalu

Ibu dan 2 Anak di Saparua Maluku Tewas Usai Konsumsi Ikan Buntal, Kenali Bahaya Racun Ikan Fugu Ini

Racun yang terdapat dalam ikan buntal bernama racun tetrodotoxin, yang dinilai ribuan kali lebih berbahaya dibandingkan sianida.

Baca Selengkapnya

Rusia: Sedikitnya 1.000 Diplomat Diusir oleh Negara NATO

59 hari lalu

Rusia: Sedikitnya 1.000 Diplomat Diusir oleh Negara NATO

Jumlah diplomat Rusia yang diusir dari negara-negara anggota NATO melampaui seribu orang

Baca Selengkapnya

Kabar Terbaru Try Sutrisno, Ikut Pemungutan Suara Ulang dan Pesannya untuk Pemilu 2024

25 Februari 2024

Kabar Terbaru Try Sutrisno, Ikut Pemungutan Suara Ulang dan Pesannya untuk Pemilu 2024

Try Sutrisno salah satu dari 227 pemilih yang melaksanakan pemungutan suara ulang di TPS 043, Kelurahan Menteng

Baca Selengkapnya

108 Petugas Pemilu 2024 Meninggal, Kemenkes Ungkap Daftar Lengkap Penyebabnya

25 Februari 2024

108 Petugas Pemilu 2024 Meninggal, Kemenkes Ungkap Daftar Lengkap Penyebabnya

Sebanyak 108 petugas Pemilu 2024 telah meninggal dunia per 22 Februari. Ini daftar lengkap penyebabnya versi Kemenkes.

Baca Selengkapnya

Ibu Bunuh Balita Pakai Racun di Tulungagung Berawal dari Niat Bunuh Diri Bersama

24 Februari 2024

Ibu Bunuh Balita Pakai Racun di Tulungagung Berawal dari Niat Bunuh Diri Bersama

Apa penyebab YM, ibu muda di Tulungagung, tega membunuh anaknya sendiri yang masih berusia 5 tahun?

Baca Selengkapnya

94 Petugas Ad Hoc KPU Meninggal, Kontras dan ICW Bilang karena Dampak Kerja yang Tak Manusiawi

23 Februari 2024

94 Petugas Ad Hoc KPU Meninggal, Kontras dan ICW Bilang karena Dampak Kerja yang Tak Manusiawi

Dua organisasi sipil itu menilai, tingginya angka korban itu membuktikan KPU tak serius melakukan evaluasi dan perbaikan dari pemilu sebelumnya.

Baca Selengkapnya