Epidemiolog UI Sarankan DKI Jakarta Batalkan PSBB Transisi

Reporter

Imam Hamdi

Editor

Dwi Arjanto

Sabtu, 6 Juni 2020 11:55 WIB

Ilustrasi virus Corona atau Covid-19. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (epidemiolog) Tri Yunis Miko Wahyono, menyarankan Pemerintah Provinsi DKI membatalkan masa transisi kenormalan baru atau new normal yang mulai diterapkan mulai, Jumat, 5 Juni 2020 lewat PSBB Transisi.

Menurut Tri Yunis, penularan virus Corona di Ibu Kota, belum terkendali. "Saya memahami patokan DKI adalah data epidemiologi. Tapi DKI juga harus melihat kebijakan new normal yang juga menjadi standar WHO (organisasi kesehatan dunia)," kata Tri Yunis saat dihubungi, Jumat, 5 Juni 2020.

Salah satu standar menuju tatanan hidup baru adalah suatu wilayah harus bisa mengendalikan penularan Covid-19.

Namun, yang menjadi salah satu patokan DKI adalah angka reproduksi efektif (Rt) yang kini telah menurun di angka 0,99, dari sebelumnya yang mencapai empat pada awal Maret.

Salah satu syarat untuk mengambil kebijakan relaksasi memang bersandar pada angka penularan yang berada di bawah satu. "Artinya, penularan virus sudah bisa ditekan dan tidak menularkan lagi ke orang lain, ujar epidemiolog tersebut.

"Rt itu hanya menunjukan penurunan. Artinya Rt di bawah satu tidak menularkan lagi," ucapnya. Namun, Rt di DKI masih rentan karena berada di angka 0,99. Belum lagi, jumlah kasus harian masih cukup tinggi mencapai 60 kasus baru positif Covid-19. "Kalau dikalikan sepekan itu lebih dari 400 orang."

Advertising
Advertising

Menurut dia, pemerintah masih mempunyai pekerjaan berat untuk mengisolasi dan merawat ratusan pasien baru setiap pekan. "Saya menyarankan (PSBB Transisi) dibatalkan."

Pemerintah sebaiknya melakukan relaksasi kebijakan pembatasan sampai benar-benar bisa mengendalikan virus dan angka penurunannya stabil di angka 10-20 kasus baru per hari selama lebih dari sepekan.

"Kalau penambahannya masih seperti sekarang melihatnya masih seram untuk dilonggarkan."

Selain itu, menurut Tri Yunis, hingga hari ini penularan virus Corona belum mencapai puncaknya. Tri menyarankan pemerinrah tidak melepas begitu saja kebijakan tanpa melakukan isolasi, penelusuran kasus dan pemeriksaan yang cepat untuk mendeteksi penyebaran pagebluk ini.

Tri menilai pemeriksaan cepat maupun melalui uji usap masih minim dilakukan. Di DKI, kata dia, pemeriksaan per hari tidak sampai 4 ribu orang. "Saya menduga sudah banyak yang tertular. Tapi karena pemeriksaannya masih sedikit jadi terlihat angkanya kecil."

Menurut dia, lonjakan orang yang terinfeksi virus ini diperkirakan bakal naik dalam 10 hari kedepan begitu dilonggarkan. Sebab, masa inkubasi corona selama 3-10 hari. "Saya sarankan jangan dibuka (dilonggarkan) dulu sekarang sampai bisa terkendali."

Berita terkait

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

8 hari lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

Dugaan Infeksi Cacar Monyet di Jayapura, Epidemiolog: Lesi Bisa ke Alat Kelamin

22 hari lalu

Dugaan Infeksi Cacar Monyet di Jayapura, Epidemiolog: Lesi Bisa ke Alat Kelamin

Cacar monyet atau Mpox bukanlah penyakit yang berasal dari Indonesia.

Baca Selengkapnya

Epidemiolog: Kasus Flu Singapura Bisa Bertambah Karena Idul Fitri dan Mudik Lebaran

36 hari lalu

Epidemiolog: Kasus Flu Singapura Bisa Bertambah Karena Idul Fitri dan Mudik Lebaran

Jumlah kasus flu Singapura bisa bertambah lagi seiring momentum Idul Fitri dan mudik Lebaran yang membuat intensitas pertemuan di masyarakat meninggi.

Baca Selengkapnya

Dokter Sebut Usulan Makan Siang Gratis Prabowo Bukan Solusi untuk Cegah Stunting

5 Februari 2024

Dokter Sebut Usulan Makan Siang Gratis Prabowo Bukan Solusi untuk Cegah Stunting

Prabowo memiliki rencana yang diberi nama strategi transformasi bangsa, di antaranya memberi makanan bergizi untuk seluruh anak Indonesia.

Baca Selengkapnya

Menilai Prabowo Keliru, Epidemiolog Kecewa dengan Debat Capres Isu Kesehatan

5 Februari 2024

Menilai Prabowo Keliru, Epidemiolog Kecewa dengan Debat Capres Isu Kesehatan

Calon presiden atau capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, menyatakan akan menambah dokter di daerah-daerah serta fasilitas di rumah sakitnya.

Baca Selengkapnya

JN.1 Covid-19 Ditandai Hidung Berair dan Batuk Lama, Jarang Ada Gejala Hilang Penciuman

5 Januari 2024

JN.1 Covid-19 Ditandai Hidung Berair dan Batuk Lama, Jarang Ada Gejala Hilang Penciuman

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyampaikan riset terbaru mengenai gejala yang dirasakan pasien Covid-19 subvarian JN.1.

Baca Selengkapnya

Vaksinasi Covid-19 2024 Berbayar, Epidemiolog Sarankan Digratiskan

4 Januari 2024

Vaksinasi Covid-19 2024 Berbayar, Epidemiolog Sarankan Digratiskan

Pemerintah hanya memberikan vaksinasi Covid-19 gratis untuk dua kelompok prioritas.

Baca Selengkapnya

Pesan Epidemiolog untuk Cegah Penularan Penyakit Saat Libur Akhir Tahun

31 Desember 2023

Pesan Epidemiolog untuk Cegah Penularan Penyakit Saat Libur Akhir Tahun

Momentum libur akhir tahun juga bisa menjadi peluang penyebaran penyakit menular, seperti Covid-19.

Baca Selengkapnya

Ciri Infeksi Covid-19 Varian JN.1 Lidah Lebih Putih? Begini Kata Epidemiolog

25 Desember 2023

Ciri Infeksi Covid-19 Varian JN.1 Lidah Lebih Putih? Begini Kata Epidemiolog

Muncul informasi ciri utama infeksi covid-19 varian JN.1 adalah lidah lebih putih dari biasanya. Epidemiolog Dicky Budiman membantahnya.

Baca Selengkapnya

Epidemiolog Ungkap Varian Covid-19 JN.1 Menginfeksi dan Bermutasi Cepat karena Hal Ini

24 Desember 2023

Epidemiolog Ungkap Varian Covid-19 JN.1 Menginfeksi dan Bermutasi Cepat karena Hal Ini

Covid-19 varian JN.1 lebih cepat menginfeksi sehingga pertumbuhan kasus kian bertambah.

Baca Selengkapnya