Perkara Penghasutan, 3 Terdakwa Anarko Diancam 10 Tahun Bui
Reporter
Ayu Cipta (Kontributor)
Editor
Martha Warta Silaban
Senin, 15 Juni 2020 18:36 WIB
TEMPO.CO, Tangerang -Sidang perdana perkara penghasutan dengan terdakwa masing-masing; Rizki Julianda alias RJ alias Zonee, Muhamad Riski Riyanto dan Rio Imanuel Adolof Patinama berlangsung di Pengadilan Negeri Tangerang Senin 15 Juni 2020.
Sidang terbuka untuk umum (dengan protokol kesehatan, memakai masker) dipimpin Ketua Majelis hakim Mahmuriadin. Dalam dakwaanya Jaksa Penuntut umum Tri Haryatun menyatakan terdakwa terdakwa Riski dan Imanuel menulis ajakan berbuat kerusuhan massal di sejumlah tembok sekitar Pasar Anyar, Tangerang pada April 2020 lalu.
Jaksa menyebut dalam surat dakwaan terdakwa Riski dan Rio menulis “Sudah krisis saatnya membakar”, “Kill the rich”, dan “Mau mati konyol atau melawan”.
JPU menyebutkan terdakwa Julianda memiliki beberapa akun Instagram yang digunakan untuk berkomunikasi dengan terdakwa lain. Mereka menggunakan akun itu untuk berkomunikasi dengan kelompok Anarko lain, seperti Red Amplifier, Mutual Advensif, dan Akar Rumput. Akun-akun itu memiliki ratusan pengikut.
Dalam dakwaan JPU menyebutkan terdakwa Julianda memiliki channel di Telegram bernama Keluarga Cendana. Mereka terhubung dengan kelompok lain yang memiliki kesamaan ideologi.
“Kami menjerat dengan pasal penghasutan, terdakwa melanggar pasal 14 dan atau pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 160 KUHP dan terancam 10 tahun penjara,"ujar Haryatun usai persidangan.<!--more-->
Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Shaleh Al Ghifari mengatakan meski dakwaan sudah dibacakan namun tim penasihat hukum belum menerima salinan surat dakwaan dari JPU.
Shaleh mengatakan tiga kliennya tidaklah melakukan anarkisme seperti dalam dakwaan jaksa. "Apa yang dilakukan itu bagian dari kebebasan berekspresi. Jika mereka mengritisi (-pemerintah) itu wajar karena diantara mereka ini melakukan kegiatan sosial termasuk kelompok diskusi dan literasi. Diantaranya pernah ada bantuan tak sampai kepada warga menjadikan mereka bereaksi,"kata Shaleh.
Di sisi lain Shaleh justru menyoroti adanya tindakan represif aparat seperti yang diceritakan terdakwa kepada tim pengacara LBH Jakarta.
"Kami sudah membuat laporan ke Propam adanya penyiksaan, intimidasi dan tindakan lain. Mereka pernah dilarang bertemu orang tua dan keluarga,"kata Shaleh ditemui Tempo di Pengadilan Negeri Tangerang.
Rio, Julianda dan Riski dituding memprovokasi kerusuhan. Selain tiga terdakwa, Tempo mencatat ada terpidana AA yang masih di bawah umur dan sudah dijatuhi vonis 3 bulan penjara. Para terdakwa ini sebelumnya ditangkap Kepolisian Resor Tangerang di Kafe Egaliter, Tangerang, Banten, pada 9 April 2020 lalu.
Ada kertas stensil dan cat semprot saat mereka ditangkap. Polisi menuduh mereka menulis ajakan berbuat kerusuhan massal di sejumlah tembok sekitar Pasar Anyar, Tangerang. Kamera pengawas (CCTV) milik penduduk sekitar merekam aksi corat-coret ketiga pria cungkring itu.
Pada pekan yang sama, polisi menangkap dua pemuda lain yang juga dituduh bagian dari kelompok “Anarko”—gerakan subkultur yang mengidamkan tiadanya intervensi negara—di Bekasi, Jawa Barat. Saat diperiksa pada awal penangkapan, keduanya didampingi pengacara yang disediakan polisi. Pemeriksaan berlanjut di Sub-Direktorat Keamanan Negara Polda Metro Jaya beberapa hari seusai penangkapan, bersama Rizki, Rio, dan AA yang juga dibawa ke markas Polda.
Di Pengadilan Negeri Tangerang Rio mengatakan kafe Egaliter itu adalah miliknya. "Saya dan dua kawan saya ditangkap di kafe. Saya lihat dua kawan saya dipukuli," bisik Rio kepada Tempo.