Pengacara Bela Jaksa yang Tuntut Ringan Penyerang Novel Baswedan
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Juli Hantoro
Senin, 29 Juni 2020 14:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tim penasehat hukum terdakwa penyerangan terhadap Novel Baswedan mengomentari kritik sejumlah pihak kepada jaksa yang menuntut Rahmat Kadir Mahulettu dan Roni Bugis dengan hukuman penjara selama satu tahun.
"Hanya kalangan tertentu saja yang misleading dan mispersepsi terhadap tuntutan jaksa penuntut umum karena dari awal tidak mengetahui fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan," ujar salah satu tim penasehat hukum saat membacakan duplik di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Senin, 29 Juni 2020.
"Namun dengan seenaknya mengomentari rendahnya tuntutan dari jaksa penuntut umum dan kemudian mencari-cari pembenaran dengan asumsi-asumsi yang mereka buat sendiri, ditambah lagi dengan narasi-narasi menurut mereka benar," lanjut tim penasehat hukum.
Dalam berkas duplik yang diterima Tempo, tim penasehat hukum untuk Roni Bugis dan Rahmat Kadir Mahulettu terdiri dari sembilan orang. Mereka adalah Eddy Purwatmo, Widodo, Endang Usman, Viktor Sihombing, Budhi Harryarsana, Hotlan Damanik, Fidian, Dili Yanto dan Ihwan Budiarto.
Sebelumnya, sejumlah pihak menyampaikan kritik terhadap tuntutan satu tahun yang diberikan jaksa kepada Rahmat Kadir Mahulettu dan Roni Bugis. Salah satunya disampaikan oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana.
Arif yang juga termasuk anggota tim Advokasi Novel Baswedan mengatakan ada perbedaan jauh mengenai tuntutan jaksa atas kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, dengan masyarakat biasa.
“Saya kira ini begitu mencolok kejanggalan dan menghina akal sehat, proses hukum di Indonesia,” kata Arif dalam telekonferensi, Ahad, 21 Juni 2020.
Arif mengatakan ada 6 kasus penyiraman air keras yang terjadi pada 2017-2020. Misalnya di Mojokerto, Bengkulu, Palembang, dan Pekalongan. Arif berujar rata-rata ancaman pidana untuk pelaku penyiraman air keras tersebut minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun. Sementara tuntutan jaksa kepada pelaku kasus penyiraman air keras terhadap Novel hanya 1 tahun.
“Ini menunjukkan disparitas luar biasa jauh,” ujar Arif.
Selain itu, Kongres Advokat Indonesia (KAI) juga menduga JPU yang menangani perkara penyerangan terhadap Novel Baswedan tidak profesional dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Jika benar demikian, KAI menilai jaksa itu dapat dikenai sanksi.
"Sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Etik Perilaku Jaksa, antara lain Pasal 3 dan Pasal 4," ujar Vice President KAI, Djuju Purwantoro dalam keterangan tertulis pada Senin, 15 Juni 2020.
Menurut Djuju, sejak awal penyidikan perkara ini, sinyal adanya rekayasa kasus sudah mencuat. Dakwaan JPU disebut tampak kontradiktif dengan hasil penyelidikan sebelumnya yang dilakukan oleh tim gabungan independen Polri. "Antara lain bahwa ada dugaan keras, keterkaitan antara serangan terhadap Novel dengan perkara-perkara yang sedang ia tangani," kata Djuju.
Selain itu, kejanggalan lain terlihat bahwa persidangan ini tidak cukup mendalami saksi - saksi kunci, orang-orang yang dicurigai dan pemeriksaan atau penyitaan barang bukti penting. Djuju berujar, apa yang dilakukan oleh kedua terdakwa dalam kasus ini, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir tidak bisa dipisahkan dengan adanya kesengajaan yang menimbulkan suatu akibat. Untuk itu menurut dia, pelaku harus bertanggung jawab dengan menerima tuntutan hukum terberat.