Kisah Warga Bogor, Bayi Meninggal dan Sempat Ditahan Rumah Sakit
Reporter
Mahfuzulloh Al Murtadho
Editor
Juli Hantoro
Senin, 20 Juli 2020 06:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Edi Suryanto, warga Kampung Tarikolot RT 002/06, Kelurahan Nanggewer Mekar, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, mengisahkan anaknya yang baru lahir dan meninggal setelah menjalani perawatan di RSUD Cibinong sempat ditahan beberapa saat oleh pihak rumah sakit.
Sebabnya, ia harus membayar Rp 35.576.600 terlebih dahulu dan baru bisa membawa jenazah bayinya itu untuk dimakamkan.
"Padahal pembiayaan sudah dijamin oleh Pemerintah melalui surat yang dikeluarkan oleh Dinkes," kata Edi di kediamannya, Sabtu malam, 18 Juli 2020.
Edi mengatakan jaminan pembiayaan persalinan istrinya itu dikeluarkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor dengan nomor 2060/KESGAGIZI/KESMAS, pada 9 Juni 2020. Surat itu ditandatangani Kepala Seksi Kesga dan Gizi Masyarakat, Toni Rohimat.
Edi bercerita, awal mulanya istrinya hendak melahirkan di RSUD Cibinong itu menggunakan Jaminan Persalinan (Jampersal). Jaminan ini ditandatangani RT, RW, Lurah, Camat dan ada surat keterangan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor.
Setelah persalinan, Edi mengatakan sang bayi tak bisa segera dibawa pulang karena ada kelainan. Anaknya itu kemudian harus masuk ruang perawatan khusus atau NICU selama beberapa hari di RSUD. "Tepatnya 41 hari, anak saya meninggal hari Jumat kemarin tanggal 17,” kata Edi.
Namun saat hendak membawa jenazah sang anak, Edi menyebut sempat ditahan pihak RSUD sekira lima jam lamanya karena harus membayar biaya perawatannya. Edi mengaku diminta melunasi biaya sebesar Rp 35 juta lebih, karena menurut keterangan pihak RSUD yang dijamin oleh Pemerintah ternyata hanya sampai masa perawatan 28 hari.
Sedangkan anaknya itu dirawat 41 hari, artinya dia mengira biaya itu adalah pembayaran sisa hari dari keseluruhan.
Akhirnya dia mengaku cuma mampu bayar DP Rp 1 juta, sisanya dibuat pernyataan wajib segera bayar dan harus lunas pada Senin 20 Juli 2020. “Setelah itu jenazah anak saya diperbolehkan pulang, namun uang sebesar itu dari mana atuh. Saya enggak sanggup bayar,” kata Edi.
Cerita Edi dibantah pihak rumah sakit. Direktur RSUD Cibinong Wahyu Eko mengatakan tidak pernah melakukan penahanan terhadap jenazah bayi Edi.
Kepala Bidang Pelayanan RSUD Cibinong, Fusia Meidiawati juga membantah klaim penahanan bayi tersebut.
Dia menjelaskan jenazah bayi itu sempat tertunda kepulangannya karena harus menjalani prosedur pemulasaran.
“Jadi di kami pun ada SOP (standar prosedur operasional)-nya. Info dari perawat si bayi meninggal malam hari, bahkan kami kasih pelayanan terbaik dan kami beri tahu juga si bapaknya dan dia mengerti,” kata Fusia atau yang akrab disapa Uci saat dikonfirmasi, Ahad 19 Juli 2020.
Uci kemudian membeberkan kronologi peristiwa ini. Istri Edi melahirkan bayi tersebut pada pada 7 Juni 2020, sehingga Jaminan Persalinannya hanya sampai 5 Juli 2020.
Setelah itu pihaknya pun mengarahkan orang tua si bayi mengurus Jaminan Kesehatan Daerah atau Jamkesda untuk alternatif pembiayaan si bayi. Ini dilakukan karena proses aktivasi BPJS si bayi baru aktif pada 21 Juli.
Kemudian saat sedang proses Jamkesda itu, pada 17 Juli pukul 18.00 bayi tersebut meninggal di ruang inkubator dan dibawa ke Instalansi Pemulasaran Jenazah pada pukul 18.15. Hingga pukul 20.00 proses pemulasaran sudah selesai.
Pada saat itu Edi berada di loket untuk mengurus administrasinya. Uci mengakui bahwa staf-nya tidak mengetahui tentang proses Jamkesda tersebut. Edi, kata Uci juga tidak memberitahu. Sehingga terbitlah surat jaminan itu, karena untuk tertib administrasi.
“Intinya kronologinya gak seperti (yang dituduhkan) itu. Kami tidak ada yang namanya penahanan pasien, apalagi jenazah,” ucap Uci.
Kemudian Uci pun mengatakan hingga saat ini proses Jamkesdanya masih terus diproses. Bahkan keluarga sudah bertemu dengan pihak RSUD Bagian Jaminan, untuk penyelesaian pembayaran yang masih menggantung. Artinya Uci menyebut, untuk pembiayaan si bayi tengah diupayakan untuk bebas biaya alias gratis. “Kami sudah sering menangani kasus seperti ini, tinggal bagaimana pemahaman masyarakat,” kata Uci.